Oleh KH. Cholil Nafis, Lc., Ph D.
Khutbah ini disampaikan di Masjid Istiqlal Jakarta pada 23 Desember 2022
إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِله إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَه رَبُّ الَعَالَمِينَ وَقَيُّومُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرَضِينَ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ , اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَابِعِينَ وَالْعَامِلِيْنَ بِسُنَّتِهِ إِلَى يَوْمِ الدِّيـْنِ . أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ ، وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى, اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. أَمَّا بَعْدُ.
وقد قال الله تعالي في كتابه الكريم وهو أَصْدَقُ القائلينَ: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمن الرحيم يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Hadirin Jamaah Jumah yang dirahmati Allah SWT,
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya berupa iman dan Islam serta ma’unah-Nya, sehingga pada kesempatan kali ini kita dapat menjalankan ibadah Jum’at berjemaah di Masji Istiqlal yang penuh barokah. Mudah-mudahan amal dan ibadah ini menjadi amal baik kita dan kelak menjadi bekal untuk menghadap keharibaan-Nya. Amin ya Rabbal’alamin. Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw, yang telah menunjukkan manusia ke jalan kebenaran nan lurus, yaitu agama Islam yang diridhai oleh Allah SWT.
Hadirin Jema’ah Jum’at yang dirahmati Allah SW.
Akhir tahun dan menyambut Tahun baru menjadi salah satu momentum bagi semua masyarakat untuk muhasabah (evaluasi diri). Yaitu bertafakkur, merenungi, dan mengoreksi semua hal yang telah dilakukan pada hari-hari kemarin dan apa yang mesti direncanakan di tahun depan. Hal ini menjadi penting yang tidak boleh ditinggalkan guna memperbaiki amal dan karya tahun selanjutnya. Sebab, dalam muhasabah (intropeksi), seseorang sedang mengoreksi dirinya sendiri perihal apa saja yang mereka lakukan selama satu tahun. Mereka juga “membaca” perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam mengisi hidup setiap harinya. Akan tetapi, selain dilakukan di acara tahunan, intropeksi seharusnya juga dilakukan dalam setiap hari, bahkan setiap waktu akan melaksanakan dan setelah melaksanakan kegiatan.
Sahabat Umar bin Khattab ra. pernah mengingatkan agar kita bermuhasabalah atas diri sendiri sebelum kita dihisab pada hari kiamat kelak, karena dengan muhasabah tersebut dapat lebih ringan menghadapi hisab kelak. Untuk itu, beliau berwasiat agar kita bersiap diri dengan amal sholeh.
قال عمر رضي الله عنه: “حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، فَإِنَّهُ أَهْوَنُ عَلَيْكُمْ فِي الْحِسَابِ غَدًا، أَنْ تُحَاسِبُوا أَنْفُسَكُمُ الْيَوْمَ، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ، يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ.” رواه ابن أبي الدنيا في “محاسبة النفس” ص. 22
Umar bin Khattab ra. berkata: “Bermuhasabahlah atas diri kalian sendiri sebelum kalian dihisab pada hari kiamat, dan timbanglah amal kalian di dunia ini sebelum nanti ditimbang pada hari kiamat. Sesungguhnya kalian akan merasa ringan dengan bermuhasabah pada hari ini untuk menghadapi hisab kelak. Dan berhiaslah kalian (dengan amal sholeh) untuk menghadapi hari pameran agung. Pada hari itu perbuatan kalian akan ditampilkan tidak ada yang tersembunyi sedikitpun.”
Ada dua waktu untuk melakukan muhasabah. Pertama sebelum melakukan aktifitas dan yang kedua setelah melakukan aktifitas. Sebelum melaksanakan pekerjaan bahkan saat merencanakan sebaiknya kita mengetahui semua halnya. Minimal harus sudah terjawab pertanyaan, untuk apakah hal itu dilakukan? Dan apakah perbuatan itu dapat mengubah diri kearah yang lebih baik dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.? Sekiranya pertanyaan itu bisa terjawab dan dapat dipastikan membawa dampak positif dan kebaikan maka laksanakannlah dan tuntaskanlah semua pekerjaan itu. Jika perkerjaan itu membawa dampak negatif dan dapat menjauhkan diri dari ridha Allah SWT maka tinggalkanlah perbuatan itu.
Adapun muhasabah setelah melakukan aktifitas adalah mengadili diri sendiri. Pada saat merenung tentang diri itulah kita flashback ke belakang untuk meninjau kembali episode dari kehidupan yang telah lewat. Ketika proses muhasabah berlangsung maka hati nurani memegang peranan penting dan mengambil posisi sebagai hakim atau penilai bagi perbuatan-perbuatan yang telah dilakukan. Muncullah rasa kepuasan dan kebahagiaan manakala mengingat perbuatan baik yang telah dilakukan, namun acap kali muncul rasa kesedihan dan penyesalan manakala mengingat perbuatan buruk yang dilakukan. Peran hati nurani tersebut dinamakan retrospektif (penilaian moral terhadap perbuatan yang telah dilakukan).
Dari muhasabah akan muncul kesadaran diri. Kesadaran diri merupakan titik tolak perubahan yang mendasar bagi kehidupan manusia. Setelah kesadaran diri muncul pada diri seseorang lalu sebuah tujuan hidup biasanya akan terbentang dengan jelas, muncul pula sebuah tekad untuk mewujudkannya. Lalu dibuatlah perencanaan tentang apa-apa yang mesti dilakukan ke depan sebagai persiapan dan perbekalan menuju kesuksesan hari kemudian.
Hadirin, Jemaah Jum’ah rahimakumullah.
Ada dua hal penting yang harus kita introspeksi, yaitu penggunaan waktu yang efektif dan fenomena alam yang banyak musibah. Momentum akhir tahun dan menyongsong tahun baru adalah putaran waktu untuk sarana muhasabah, apakah sudah efektif kita menggunakan waktu atau waktu-waktu kita terbuang oleh hal-hal yang tak bermanfaat. Kini media sosial adalah godaang yang paling kuat untuk membuang-buang waktu secara sia-sia bahkan menjadi ladang dosa. Para ulama dan para pahlawan itu hebat bukan karena hidupnya panjang ratusan tahun tetapi karena pandai memanfaatkan waktu untuk kebaikan umat manusia semasa hidupnya dan generasi berikutnya. Seperti Imam Syafi’i sebagai pendiri mazhab terus dikenang dan karya-karyanya terus hidup dan dipelajari hanya umur 54 tahun, yaitu lahir tahun 150 H dan wafat tahun 204H.
Betapa pentingnya penggunaan waktu yang efektif sehingga Allah SWT. bersumpah demi waktu. Ada empat waktu dan nama surat dalam al-Qur’an yang dijadikan sumpah oleh Allah SWT. Pertama, Allah SWT. bersumpah demi waktu Fajar (Al-Fajr). Dalam sumpahnya Allah SWT. memberikan waktu kepada manusia untuk digunakan sebanyak banyaknya untuk berpikir, merenung, dan merencanakan apa yang akan dilakukan selama hidupnya. Kedua, Allah bersumpah demi waktu Dhuha (Al-Dhuha). Waktu Dhuha diibaratkan sebagai masa muda. Masa ketika manusia berada dalam puncak fisik yang kuat dan kokoh. Dalam Surah Ad Duha, yang isinya perintah dari Allah agar manusia di usia produktifnya berkarya, berkarya dan beramal shaleh.
Ketiga, Allah SWT. bersumpah demi waktu ‘Ashar (Al-‘Ashr). Dalam surah itu Allah menegaskan seluruh manusia merugi bila mereka menyia-nyiakan masa muda. Karena waktu ‘Ashar itu hampir selesai jam kerja dimana manusia akan pulang dan akan masuk usia pensiun. Rata-rata manusia merugi kecuali orang-oranng yang beriman dan beramal shaleh. Keempat, Allah SWT. bersumpah demi waktu malam (Al-Lail). Waktu malam adalah waktu gelap yang disediakan utk tidur dan istirahat. Dalam kehidupan manusia bagai waktu kematia. Biasanya orang yang tidur nyenyak karena kondisi tubuh yang prima dan aktifitas keseharian menyenangkan. Begitulah kematian manusia akan menikmati di alam kubur dan kelak di akhirat masuk surga dengan ridha Allah SWT. karena beramal baik di dunia.
Apa muhasabah yang hendak disampaikan, bahwa secara filosofis ketika manusia di waktu Fajar, di masa awal kehidupannya bisa merencanankan dengan baik, di waktu Dhuha pada masa produktif berkarya dan bekerja untuk kebaikan orang banyak dan beramal saleh, di waktu Ashar atau usia senja menjadi masa di mana ia tidak akan merugi. Terakhir, di waktu malam atau sesudah meninggal, manusia itu akan dapat ‘tidur’ dengan nyenyak atau tenang.
Muhasabah kedua adalah fenomena musibah yang datang silih berganti di beberapa tempat di Indonesia, seperti gempa, longsor dan potensi sunami. Musibah yang datang silih berganti sekiranya dapat menjadi bahan introspeksi diri. Adakalanya musibah merupakan sebuah ujian dari Allah SWT dan adakalanya pula musibah merupakan teguran atau bahkan laknat/adzab dari Allah SWT. Musibah bisa menjadi peluang koreksi batin. Boleh jadi kesulitan itu bersumber dari diri sendiri karena kita sendiri yang mengundang permasalahan atau dosa-dosa yang menutup dari kasih sayang Allah.
Musibah kadang datang untuk memperingatkan kita, sedikit mencubit kita, agar segera tersadar dan kembali ke jalan Allah setelah beberapa waktu tersesat. Awalnya hanya cubitan kecil. Jika kita tidak juga merasa, kemudian diingatkan dengan dipukul sedikit keras. Jika tidak terasa juga kemudian dipukul dengan tenaga yang lebih besar. Bukankah kadang seseorang harus disentak atau ditendang agar tidak terperosok ke dalam jurang yang dalam. Karena sakit akibat jatuh ke dalam jurang jauh lebih fatal dibanding sakit akibat ditendang atau disentak untuk mengingatkan.
Kala musibah sebagai ujian yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya maka setiap ujian akan disesuaikan dengan tingkat ketakwaan seorang hamba tersebut. Sudah barang tentu manusia yang paling bertakwa akan diuji dengan ujian yang semakin berat sesuai dengan tingkatan dan kadar iman serta takwanya kepada Sang Pencipta. Selain sebagai sebuah ujian, terkadang musibah merupakan teguran dari Allah SWT atas perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang menjurus pada kemaksiatan atau kemungkaran. Bahkan yang lebih mengerikan apabila musibah merupakan suatu adzab yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang maksiat, ingkar dan kufur kepada Allah SWT. Dalam surat Ar-Rum ayat 41-42, Allah berfirman:
ظَهَرَ الۡفَسَادُ فِى الۡبَرِّ وَالۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ اَيۡدِى النَّاسِ لِيُذِيۡقَهُمۡ بَعۡضَ الَّذِىۡ عَمِلُوۡا لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُوۡنَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Tak ad acara yang lebih dalam menghadapi musibah kecuali dengan muhasabah diri tentang segala perbuatan yang mengandung dosa dan merusak pada tatanan alam semesta. Meskipun semua musibah pasti datangnya dari Allah SWT. namun semua itu ada sebab dan musabbabnya. Hukum alam dan kausalitas sebuah keniscayaan yangb Allah SWT ciptakan untuk hamba-Nya.
Ada du acara untuk menghindari adzab Allah SWT. sebagaimana dalam firman-Nya:
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (hai Muhammad, pent) berada diantara mereka, dan Allah tidak akan mengazab mereka sedang (mereka) senantiasa beristighfar (minta ampun kepada Allah).” (QS. Al-Anfaal: 33).
Ayat ini menerangkan kepada kita tentang dua sebab yang melindungi umat Islam dari datangnya bencana dan azab Allah, yaitu Keberadaan Rasululullah saw. di tengah umat Islam secara khusus dan umat manusia secara umum dan Istighfar (permohonan ampunan) kepada Allah SWT. atas segala dosa dan maksiat. Jadi pelindung yang pertama sudah dicabut oleh Allah SWT karena Nabi saw sudah wafat. Sedangkan pelindung kedua masih terus ada selama umat Islam membaca istighfar seraya mohon ampun kepada Allah SWT.
Semua tergantung pada introspeksi kita pada diri sendiri. Apakah musibah yang turun karena kami banyak berbuat maksiat dan dosa atau turun musibah di saat kita banyak bersyukur dan taat kepada perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya? Diri kita sendiri yang paling mengeetahuinya. Mulai sekarang mari kita mengubah persepsi. Apakah yang akan menimpa kita, entah nikmat atau musibah, kita hadapi dengan ikhlas, ridha karena semuanya adalah kasih sayang dari Allah untuk meninggikan deraja kita di hadapan Allah SWT. Dan mari kita syukuri dengan sikap sabar dan syukur. Bersyukur dengan semua potensi di jasad dan jiwa kita yang Allah karuniakan, dengan mengabdi sebaik-baiknya, bertaqwa kepada Allah dengan taqwa yang sebenarnya.
Hadirin, Jema’ah Jum’at Rahimakumullah
Di akhir tahun 2022 dan menyongsong tahun 2024 mari kita muhasabah terhadap apa yang telah kita perbuat dan resolusi apa yang hendak kita realisasikan. Hanya dengan muhasabah yang dapat menjaga keseimbangan diri, baik dalam kondisi sempit maupun saat lapang kehidupan kita. Karenanya, khatib mengajak Jemaah sekalian menjadi diri yang lebih baik, pemimpin yang lebih bermanfaat dan teman yang lebih meninspiratif.
pertama, mari bersama-sama kita meningkatkan pemahaman terhadap Agama Islam dengan mempelajari Al-Quran dan Al-Sunnah dari guru yang tepat. Kedua, mari kita tegakkan shalat. Sebab, shalat itu bukan untuk Allah SWT. melainkan untuk memperbaiki sel-sel yang ada di tubuh kita agar menjadi semakin baik dan dipenuhi dengan jiwa-jiwa yang tulus sehinga dapa mencegah kemunkaran dan perbuatan keji. Ketiga, keluarkan zakat, perbanyak infak, dan sedekah, agar Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah kepada kita, serta dijauhkan dari segala mara bahaya dan musibah.
Mudah-mudah seluruh upaya dan ijtihad kita diberi petunjuk oleh Allah SWT. Dan senantiasa selalu tertanam dalam diri kita apapun yang dilakukan semata-mata ikhlas dan mengharap ridha Allah SWT.
إِنَّ أَحَسَنَ الكَلَامِ كَلاَمُ الله مَلِكِ العَلَّامِ وَاللهُ تَعَالى يَقُوْل وَبِقَوْلِهِ يَهْتَدِي المُهْتَدُوْنَ. أَعُوذُ بـِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ, بِسْمِ الله الرَّحْمن الرَّحِيْمِ , قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَد. ﴿٤﴾ . بَارَكَ الله ُلِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَاِيّاَكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
الخطبة الثانية
الحَمْدُ لِلّهِ حَمْداً كَثِيْرًا كَماَ أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ الله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ إِرْغاَماً لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الخَلَآئِقِ وَالبَشَرِ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ مَصَابِيْحَ الغُرَرِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيآأَيُّهاَالحاَضِرُوْنَ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَافْعَلُوْاالخَيْرَ وَاجْتَنِبُوْآ عَنِ السَّيِّآتِ. وَاعْلَمُوْآ أَنَّ الله َأَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّابِمَلَآئِكَةِ المُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. فَقاَلَ تعالى فِيْ كِتاَبِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ باِلله ِمِنَ الشَّيْطاَنِ الرَّجِيْمِ. بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَحِيْمِ. إِنَّ اللهَ وَمَلَآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيْ يَآأَيُّهاَالَّذِيْنَ آمَنُوْآ صَلُّوْآ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. فَأَجِيْبُوْآالله َاِلَى مَادَعَاكُمْ وَصَلُّوْآ وَسَلِّمُوْأ عَلَى مَنْ بِهِ هَدَاكُمْ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصِحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَى التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. وَارْضَ الله ُعَنَّا وَعَنْهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الراَحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِناَتِ وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ الأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعُ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ انْصُرْأُمَّةَ سَيّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ اصْلِحْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهُمَّ انْصُرْ أُمَّةَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ. اللّهمَّ انْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الدِّيْنَ. وَاجْعَلْ بَلْدَتَناَ إِنْدُوْنِيْسِيَّا هَذِهِ بَلْدَةً تَجْرِيْ فِيْهَا أَحْكاَمُكَ وَسُنَّةُ رَسُوْلِكَ ياَ حَيُّ ياَ قَيُّوْمُ. يآاِلهَناَ وَإِلهَ كُلِّ شَيْئٍ. هَذَا حَالُناَ ياَالله ُلاَيَخْفَى عَلَيْكَ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنّاَ الغَلآءَ وَالبَلآءَ وَالوَبآءَ وَالفَحْشآءَ وَالمُنْكَرَ وَالبَغْيَ وَالسُّيُوفَ المُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَآئِدَ وَالِمحَنَ ماَ ظَهَرَ مِنْهَا وَماَ بَطَنَ مِنْ بَلَدِناَ هَذاَ خاَصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ المُسْلِمِيْنَ عاَمَّةً ياَ رَبَّ العَالمَيْنَ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالمُسْلِمِيْنَ وَأَهْلِكِ الكَفَرَةَ وَالمُبْتَدِعَةِ وَالرَّافِضَةَ وَالمُشْرِكِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ. وَاجْعَلِ اللَّهُمَّ وِلاَيَتَنَا فِيْمَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ. رَبَّناَ اغْفِرْ لَناَ وَلِإِخْوَانِناَ الَّذِيْنَ سَبَقُوْناَ بِالإِيمْاَنِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّناَ اِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيْمٌ. رَبَّناَ آتِناَ فِيْ الدُّنْياَ حَسَنَةً وَفِيْ الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِناَ عَذَابَ النَّارِ وَالحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العاَلمَيْنَ