Cholilnafis.com, Jakarta-Detik-detik pergantian tahun 2019 menuju 2020 menyadarkan manusia akan waktu yang berputar. Waktu berjalan secara alamiah dan tak pernah terulang kembali. Setiap orang mempunyai kesempatan dan waktu yang sama namun cara menggunakannya yang berbeda-beda, sehingga membedakan kualitas hidupnya.
Kualitas hidup manusia tergantung pada efektifitas penggunaan waktu, bukan seberapa lama dia dalam menjalani waktu. Umur umat Nabi saw. terpendek dalam sejarah umat manusia sekitar 60-an atau 70-an tahun tetapi menjadi umat yang terbaik(khaira ummah) dibanding umat nabi-nabi terdahulu yang hidup panjang ratusan tahun. Umat Nabi Muhammad saw diberi barakah, sehingga hidup yang singkat dapat dilipatgandakan kualitasnya melebihi hidup dalam waktu yang lebih panjang.
Allah SWT telah mengingatkan betapa pentingnya waktu melalui sumpah-Nya. Dalam al-Qur’an terdapat empat surat yang diberi nama oleh Allah SWT. dengan nama waktu. Yaitu surat al-Fajr (waktu fajar) surat ke 89, surat adh-Dhuha (waktu Dhuha) surat ke 93, surat al-‘Ashr (waktu ‘Ashr) surat ke 103, dan al-Lail (waktu malam) surta ke 92. Dalam empat surat tersebut menunjukkan siklus kehidupan dan penggunaan waktu yang efektif.
Pertama, Allah bersumpah dengan kalimat al-Fajr (waktu fajar), Allah mengaitkan firman-Nya dengan akal dan proses berfikir (al-Fajr [89] : 1-5) “Demi fajar. Dan malam yang sepuluh. Dan yang genap dan yang ganjil. Dan malam bila berlalu. Pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) oleh orang-orang yang berakal.”
Sebuah isyarat, bahwa waktu fajar sebagai awal kehidupan dari kematian kecilnya semestinya dipergunakan manusia untuk berfikir, persiapan, perencanaan sebelum melakukan pekerjaan. Waktu fajar juga berarti waktu kecil dan waktu muda manusia, yang semestinya dipergunakan untuk menimba ilmu, mencari bekal dan persiapan untuk menghadapi perjuangan hidup di kala dewasa.
Kedua, Allah bersumpah dengan waktu Dhuha (surat 93), maka pembicaraan Allah terkait dengan amal dan tuntutan kepada manusia untuk berbuat. Dhuha berarti cahaya yang ditunggu semua makhluk, baik bagi manusia, hewan maupan tumbuhan. Disebutkan dalam ayat 9-11 “Adapun terhadap anak yatim maka janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang minta-minta maka janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap ni’mat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”.
Memberikan isyarat, bahwa waktu Dhuha untuk berbuat dan memperlihatkan bakti kepada orang lain dan lingkungan. Tentunya yang demikian adalah yang di waktu Dhuha bekerja keras untuk kehidupan dirinya dan orang lain. Merupakan sunnatullah, bahwa orang yang memiliki kecukupan dengan kerja kerasnya jika berderma akan dapat meringankan orang lain. Sebab hanya orang yang memiliki yang dapat memberi. Orang yang tak punya apa-apa maka tidak akan dapat memberi apapun
Ketiga, Allah bersumpah dengan al-‘Ashr (waktu sore) surat 103), Allah mengaitkan pembicaran-Nya dengan kerugian dan penyesalan manusia. Seperti dalam ayat 1-2;
“Demi masa. Sesusngguhnya semua manusia berada di dalam kerugian”, memberi isyarat bahwa yang tidak melakukan persiapan di waktu fajar, yang tidak bekerja pada waktu Dhuha dan siang, yang tidak belajar di waktu kecil, dan yang tidak membuat di waktu muda, maka di waktu tua dia akan menyesal dan menjadi orang yang merugi.
Kerugian baru dirasakan seseorang ketika sudah memasuki usia senja. Akan tetapi, saat itu kondisi waktu sudah tidak dapat diulang kembali dan tidak dapat diperbaiki selain penyesalan dan meratapi diri.
Keempat, Allah SWT bersumpah dengan waktu malam (al-Lail) surat 92, Allah swt mengaitkan pembicaraan-Nya dengan dua kondisi; Pertama, kesusahan dan kesulitan (al-‘usr, ayat 10), serta neraka yang menyala (nâran talazhzhâ, ayat 14). Kedua, kemudahan dan ketenangan (al-yusr, ayat 7), dan puncak kebahagiaan (ridha Allah, ayat 21). Memberi isyarat, bahwa yang melakukan persiapan di waktu Fajar, bekerja di waktu dhuha dan menggunakannya dengan baik maka dia akan menjadi orang yang beruntung dan di akhir hidupnya akan memperoleh puncak kebahagiaan. Jika dia tidur, maka dia akan tidur dengan pulas dan bahagia. Jika dia mati, dia akan mati dengan penuh ketenagan dan kebahagiaan.
Sebaliknya, dia akan menjadi makhluk yang tidak berguna, baik bagi dirinya maupuan bagi lingkungannya. Di hari tua, dia akan menyesal dan merugi serta akan meratapi diri sendiri. Di waktu malam datang, dia akan berada dalam kesulitan hidup, bahkan untuk tidurpun teramat susah baginya. Jika dia mati, maka dia akan berada pada puncak penyesalan.
Waktu bagaikan pedang. Jika digunakan dengan baik akan mampu mengangkat manusia ke derajat terhormat, jika tidak digunakan dengan baik maka akan menistakan diri pada kehinaan. Waktu terasa cerah dan panjang bagi yang bangun sejak fajar dan terasa pendet dan sesak bagi yang bangun terlambat bahkan sampai dibsiang hari.
Awal waktu yang baik biasanya semua proses berikutnya akan berjalan baik dan berakhir dengan sukses. Awalilah tahun 2020 dengan kebaikan, buatlah resolusi tahunan untuk dicapai agar menjalaninya dengan terarah menuju kesuksesan dan berakhir dengan kebahagiaan.
*KH. M. Cholil Nafis, Lc., Ph.D (Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah)