CHOLILNAFIS.COM, Jakarta-Pertanyaan seperti judul di atas selalu muncul pada akhir-akhir ini, khususnya pada bulan Rabi’ul Awal atau bulan kelahiran Nabi Muhammad saw. Pasalnya, di bulan Maulid Nabi saw. semarak di seluruh penjuru tanah air yang mayoritas beragama Islam merayakan kelahiran Nabi saw dengan aneka ragam dan cara untuk mengungkapkan kebahagian atas lahirnya nabi terakhir. Menurut sebagian orang yang tekstualis, bahwa merayakan maulid Nabi saw adalah bid’ah dan tidak pernah ada dalam ajaran Islam.
Pada dasarnya Maulid Nabi saw adalah syi’ar ke-Islam-an, sedangkan intinya adalah untuk meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah saw dengan mengikuti ajaran Islam yang menjadi misinya. Memperingati kelahiran Rasulullah saw sangat dianjurkan. Seban Nabi saw. yang membawa petunjuk, nama Muhammad saw disandingkan dengan nama Allah SWT ketika membaca kalimat syahadah dengan dua kalimat Syahadah. bahkan Allah saw dan para malaikan bershalawat (mendoakan) Rasulullah saw.
Menurut Imam al-Suyuthi, tercatat sebagai raja pertama yang memperingati hari kelahiran Rasulullah saw. dengan perayaan yang meriah luar biasa adalah Raja Al-Mudhaffar Abu Sa`id Kukburi ibn Zainuddin Ali bin Baktakin (549 H. – 630 H.),. Tidak kurang dari 300.000 Dinar beliau keluarkan dengan ikhlas untuk bersedekah pada hari peringatan maulid Nabi saw. Intinya, menghimpun semangat juang dengan membacakan syi’ir dan karya sastra yang menceritakan kisah kelahiran Rasulullah saw. Diantaranya yang paling terkenal adalah karya Syeikh Al-Barzanji yang menampilkan riwayat kelahiran Nabi saw. dalam bentuk natsar (prosa) dan nazham (puisi). Saking populernya, sehingga karya seni Barzanji ini hingga hari ini masih sering kita dengar dibacakan dalam seremoni peringatan maulid Nabi Muhammad saw.
Maka sejak itu ada tradisi memperingati hari kelahiran Nabi saw. di banyak negeri Islam. Inti acaranya sebenarnya lebih kepada pembacaan sajak dan syi`ir peristiwa kelahiran Rasulullah saw. untuk menghidupkan semangat juang dan persatuan umat Islam dalam menghadapi gempuran musuh.
Di Indonesia, terutama di pesantren, para kyai dulunya hanya membacakan syi’ir dan sajak-sajak tanpa diisi dengan ceramah. Namun kemudian ada muncul ide untuk memanfaatkan momentum tradisi maulid Nabi saw. yang sudah melekat di masyarakat sebagai media dakwah dan pengajaran Islam. Akhirnya ceramah maulid menjadi salah satu inti acara yang harus ada, demikian juga atraksi murid pesantren. Bahkan sebagian organisasi Islam telah mencoba memanfaatkan momentum peringatan Maulid tidak sebatas seremoni dan haflah belaka, tetapi juga untuk melakukan amal-amal kebajikan seperti bakti sosial, santunan kepada fakir miskin, pameran produk Islam, pentas seni dan kegiatan lain yang lebih menyentuh persoalan masyarakat.
Kembali kepada hukum merayakan maulid Nabi saw. apakah termasuk bid`ah atau bukan? Memang secara umum ada sebagian ulama menganggap perbuatan ini termasuk bid`ah, karean tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah saw dan caranya tidak pernah dicontohkan oleh para shahabat. Namun sebenarnya perayaan tetapi termasuk bid’ah hasanah (sesuatu yang baik), seperti Rasulullah saw merayakan kelahiran dan penerimaan wahyunya dengan cara berpuasa setiap hari kelahirannya, yaitu setia hari senin Nabi saw. berpuasa untuk mensyukuri kelahiran dan awal penerimaan wahyunya. Hal ini ditegaskan oleh rasulullah saw.
“Dari Abi Qotadah al-Anshori RA sesungguhnya Rasulullah SAW pernah ditanya mengenai puasa hari senin. Rasulullah SAW menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (H.R. Muslim)
Jika sebagian umat Islam ada yang berpendapat bahwa merayakan Maulid Nabi saw. adalah bid’ah yang sesat karena alasan tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah saw. Hindarilah amalan yang tidak ku contohkan (bid`ah), karena sebagian bid`ah menyesatkan”. (HR. Abu Daud dan Tarmizi.)
Maka selain dalil dari al hadits tersebut, juga secara semantik (lafzhi) kata kullu dalam hadits tersebut tidak menunjukkan makna keseluruhan bid’ah (kulliyah) tetapi sebagian (kulli) di sini bermakna sebagian dari keseluruhan bid’ah (kulli) saja. jadi, tidak seluruh bid’ah adalah sesat karena ada juga bid’ah hasanah, sebagaimana komentar Imam Syafi’i.:
“Sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) ada dua macam: sesuatu yang diada-adakan (dalam agama) bertentangan dengan al Qur’an, Sunnah Nabi SAW, prilakuk sahabat, atau kesepakatan ulama maka termasuk bid’ah yang sesat(bid’ah sayyiah); adapun sesuatu yang diada-adakan adalah sesuatu yang baik dan tidak menyalahi ketentuan (al Qur’an, Hadits, prilakuk sahabat atau Ijma’) maka sesuatu itu tidak tercela (bid’ah hasanah)”. (Fath al- Bari, juz XVII: 10)
Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari. Hadits itu menerangkan bahwa pada setiap hari senin, Abu Lahab diringankan siksanya di Neraka dibandingkan dengan hari-hari lainnya. Hal itu dikarenakan bahwa saat Rasulullah saw lahir, dia sangat gembira menyambut kelahirannya sampai-sampai dia merasa perlu membebaskan (memerdekakan) budaknya yang bernama Tsuwaibatuh Al-Aslamiyah. Jika Abu Lahab yang non-muslim dan al-Qur’an jelas mencelanya, diringankan siksanya lantaran ungkapan kegembiraan atas kelahiran Rasulullah saw, maka bagaimana dengan orang yang beragama Islam yang gembira dengan kelahiran Rasulullah saw.
Juga realitas di dunia Islam dapat menjadi pertimbangan untuk jawaban kepada mereka yang melarang maulid Nabi saw. Ternyata fenomena tradisi maulid Nabi saw tidak hanya ada di Indonesia, tapi merata di hampir semua belahan dunia Islam. Kalangan awam diantara mereka barangkali tidah tahu asal-usul kegiatan ini, tetapi mereka yang sedikit mengerti agama berargumen bahwa perkara ini tidak termasuk bid`ah yang sesat karena tidak terkait dengan ibadah mahdhah / ritual dalam syariat yang esensi dalam peribadatan.
Masalah Maulid adalah masalah metode saja, seperti orang mencari ilmu dengan model level Starata 1, S2 dan S3. Buktinya, bentuk isi acaranya bisa bervariasi tanpa ada aturan yang baku. Semangatnya justru pada momentum untuk menyatukan semangat dan gairah ke-islam-an. Mereka yang melarang peringatan maulid Nabi saw. sulit membedakan antara ibadah dengan syi’ar Islam. Ibadah adalah sesuatu yang baku (given/tauqifi) yang datang dari Allah SWT., tetapi syi’ar adalah sesuatu yang ijtihadi, kreasi umat Islam dan situasional serta mubah. Perlu dipahami, sesuatu yang mubah tidak semuanya dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Peringatan maulid Nabi saw untuk mengingat misi utamanya yaitu memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang sempurna (insan kamil). Proses menuju manusia yang sempurna harus berdiri diatas tiga pilar utama yang telah disebutkan Al Qur’an al Karim. Allah SWT memanggil manusia dengan tiga sebutan, yaitu Basyar (kulit), Bani Adam (putra Adam) dan al- Nas (makhluk sosial dan ekonomi).
Manusia disebut al-Qur’an dengan menggunakan kata Basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali dalam bentuk ‘mutsanna’ (dua) atau ‘jama’ (plural). Maknanya sebagai makhluk yang bersifat fisik, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Manusia yang melihat secara fisik tak ubahnya dan tak ada bedanya dengan makhluk lainnya.
Istilah ‘Bani Adam’ disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat Alquran. Menurut Thabathaba’i: penggunaan kata Bani Adam menunjukkan pada arti manusia secara umum. Yaitu, anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah SWT sebagai mahkluk pilihan, sebagai keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu setan, dan memanfaatkan semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan mentauhidkanNya.
Sebutan al-Nas bagi manusia menunjukkan fungsi manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan makhluk ekonomi yang harus berproduksi. Manusia harus menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya, mengatur alam raya dan membangun bumi.
Al-Insan adalah sebutan kepada manusia yang tegak diatas pilar Basyar, Bani Adan dan Al-Nas. Insan memiliki arti melihat, mengetahui, dan minta izin. Istilah ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kemampuan menalar dan berpikir dibanding dengan makhluk lainnya. Manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, mengetahui yang benar dan yang salah, serta dapat meminta izin ketika menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Manusia dalam istilah Insan merupakan makhluk yang dapat dididik, memiliki potensi yang dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, sehingga bias menjadi khalifah Allah di muka bumi.
Memperingati maulid Nabi Muhammad saw adalah proses revitalisasi keteladanannya agar menjadi manusia sempurna (insane kamil). Merayakan Maulid Nabi saw tidak cukup hanya setahun sekali, tetapi setian saat. Namun momentum kelahiran Nabi saw lebih memberi makna untuk memupuk cinta agar kian mendalam dan menteladaninya secara utuh. Di antara sekian sifat yang sangat menonjol dari Nabi saw adalah kepeduliannya kepada orang lain. Contoh, Nabi saw pernah menggadaikan baju perangnya untuk membantu ibu yang tidak mampu, bahkan Nabi saw rela dirinya menanggung derita demi kebahagiaan orang lain. Momentum memperingati Maulid Nabi saw untuk menampakkan rasa senang dan gembira dengan cara mengaji, bersadekah dan bersilaturrahim antar sesama. Mudah-mudah kita dapat menteladani nabi saw. dan kelak mendapat syafa’atnya. Amin