“Indonesia terlalu mahal untuk dirusak dengan kepentingan ideologi yang bertentangan dengan kesepakatan pendiri bangsa”
CHOLILNAFIS.COM, Batam-Dalam dialog nasional keagamaan dan kebangsaan yang diselenggarakan Ditjen Bimas Islam Kemenag di hotel Nagoya Plasa Batam (17/7), Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat, KH. Cholil Nafis, Lc, Ph.D, menyatakan bahwa ada perbedaan yang jelas antara mengkritisi dan membenci kepada penguasa sehingga mudah diketahui pihak mana yang kritis dan mana yang benci.
“Umat Islam tidak dilarang bersikap kritis kepada pemerintah. Bahkan sangat diperlukan karena ikut mengawal pemerintahan agar tidak melenceng dari amanah konstitusi. Yang dilarang itu jika kita membenci dengan segala cara. Apapun yang dilakukan pemerintah disalahkan, dicaci maki, dan ditolak. Harusnya fair dong, kalau memang benar didukung, kalau salah dikritik”, tegasnya.
Kiai Cholil menambahkan bahwa membenci pemerintah itu bukan solusi tetapi justru menambah masalah. Apalagi, menurutnya, dikemas dengan membuat narasi-narasi kebohongan (hoax) dan fitnah sehingga menimbulkan ketegangan dan kecurigaan antara elemen bangsa.
“Tanpa bermaksud membela pemerintah, tetapi marilah kita bersikap adil. Jangan mudah menuduh dengan narasi-narasi kebohongan yang dapat menimbulkan kekacauan di masyarakat dan kecurigaan antara komponen masyarakat”, ujar Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah, Depok ini. Kamis,18/7/19.
Muballigh nasional dan dosen ekonomi Islam UIN Jakarta ini juga menekankan perlunya umat Islam cantik dalam berpolitik, jangan mudah diadu domba sehingga timbul saling ketidakpercayaan antara satu dengan yang lain. Indonesia, menurutnya, terlalu mahal untuk dirusak hanya karena kepentingan ideologi yang sebenarnya bertentangan dengan kesepakatan founding father bangsa.
“Keragaman warga bangsa yang rukun dan damai ini, mari kita jaga bersama. Kita mainkan cara-cara berpolitik dengan cantik, jangan mudah diadu domba. Indonesia terlalu mahal untuk dirusak dengan kepentingan ideologi yang bertentangan dengan kesepakatan pendiri bangsa”, imbuhnya.
Harus diakui, lanjut Kiai Cholil, Indonesia itu adalah pasar potensial di mata dunia. Pasar ekonomi jelas karena berpenduduk besar. Demikian juga pasar ideologi terus bertumbuh, bahkan ketika ada orang yang mengaku nabi juga masih banyak pengikutnya. Itulah kenapa, saran Kiai Cholil, agar umat Islam terus mengasah kepekaan dan menjaga warisan nilai-nilai mulia bangsa ini.

Pada kesempatan yang sama, staf ahli Kantor Sekretariat Presiden (KSP), Munajat, Ph.D, menyampaikan tentang visi Indonesia Maju ke depan. Menurutnya, penekanan pemerintah lima tahun ke depan adalah pembangunan SDM berkualitas dan berkarakter menghadapi kompetisi dunia yang semakin ketat, setelah sebelumnya fokus pembangunan infrastruktur.
“Visi Indonesia Maju yang akan dipimpin pak Jokowi bersama Kyai Ma’ruf Amin lebih menekankan pembangunan SDM berkualitas dan berkarakter. Kualitas SDM yang memiliki skill tinggi dan karakter yang kuat akan mampu bersaing di mata dunia internasional”, ungkapnya.
Munajat juga meminta kepada umat Islam agar percaya kepada pemerintahan lima tahun ke depan karena wakil presiden berasal dari kalangan ulama.
“Percayalah kepada pemerintahan Jokowi-KMA yang akan sungguh-sungguh membangun Indonesia. Umat Islam diharapkan tetap bersatu, jangan lagi ada pendukung 01 dan 02, kompetisi sudah selesai. Wapres kita dari kalangan ulama, pasti akan memikirkan bagaimana membangun SDM berkualitas dari kalangan santri dan berpendidikan agama yang tinggi dalam berbagai bidang, sehingga akan muncul pemimpin masa depan yang lebih menjanjikan”, urainya.
Kegiatan dialog nasional keagamaan dan kebangsaan ini diselenggarakan secara rutin di berbagai provinsi. Tema dialog yang mengangkat tema “Merawat Kebhinekaan Memperkokoh Wawasan Islam Wasathiyah dalam Kerangka NKRI” dihadiri 100 peserta dari perwakilan MUI dan Ormas Islam se-Kepri, para Kepala Kemenag se-Kepri, penyuluh agama PNS dan Non PNS.