Pertanyaan :
Ustadz, di kampung saya ada pemugaran masjid karena sudah tidak menampung jamaah ketika sholat jum’at. Yang menjadi masalah bahan bongkaran dari masjid lawas itu terjadi perbedaan antar ta’mir masjid, ada yang mengatakan tidak boleh dimanfaatkan lagi, ada yang harus dipendam di masjid yang baru, dan ada yang mengatakan dijual kemudian dibelikan bahan lagi untuk bangunan yang baru. Pertanyaanya, bagaimana sebaiknya menurut fiqh islam ?
Muda’i, Kara laok Sampang Madura
Jawaban :
Pak Muda’i yang dimuliakan Allah SWT, waqaf arti syar’inya adalah menahan harta yang dapat diambil manfaat serta tetap bendanya untuk kebajikan sesuai syarat dan rukunnya. Tujuan orang yang mewaqafkan hartanya (waqif) adalah untuk mendapatkan nilai pahala yang mengalir terus (shodaqoh jariyah) selama benda waqaf masih ada dan dimanfaatkan sesuai peruntukannya walaupun sang waqif sudah meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW : “Apabila mati anak adam maka terputus amalnya kecuali tiga perkara, yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang manfaat dan anak saleh yang mendo’akan orang tuanya.” (H.R. Bukhori)
Waqaf pertama kali dilakukan oleh sahabat Umar bin Khotthob dengan mewaqafkan sebidang tanah Khoibar atas perintah Rasulullah SAW dan beliau berpesan agar tanah waqaf itu tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak diwaris.
Kemudian para ulama menyimpulkan bahwa barang yang boleh diwaqafkan tidak hanya tanah saja, tetapi setiap benda yang bisa kekal bendanya dan dapat diambil manfaatnya, seperti bangunan, pepohonan, hewan, kendaraan dan lainnya.
Masjid biasanya tanah dan bangunannya adalah waqaf (shodaqoh jariyah), karena didapatkan dari hasil sumbangan kaum muslimin. Maka dari itu seorang nadzir atau ta’mir masjid harus berhati-hati dalam mengelola harta waqaf itu agar tidak memutuskan amal orang yang menyumbangnya. Nah, kalau masjid itu sudah tidak dapat menampung jamaah dan kemudian dipugar, bagaimana agar amal orang yang membangun masjid lawas tidak putus? Ada beberapa cara yang ditawarkan oleh para ulama, di antaranya :
- Bahan bangunan yang lama yang masih bisa dipakai hendaknya digunakan untuk bangunan masjid yang baru.
- Bahan yang lama bisa dishodaqohkan pada masjid lain yang membutuhkan.
- Bahan yang lama disimpan dahulu barangkali suatu saat dibutuhkan untuk kepentingan masjid yang baru atau maslahah ummah.
- Menurut madzhab Hanafi, boleh bahan yang lama dijual lalu uangnya dibelikan bahan bangunan untuk masjid yang baru, atau ditukar (istibdal) dengan bahan baru kemudian digunakan untuk bahan bangunan masjid yang baru. ( al fiqh al Islami wa Adillatuh : 8/219-225)
Pak Muda’i, Apabila masjid dipugar dan dibangun kembali usahakan tidak ada barang yang terbuang sia-sia, agar tidak menghentikan amal seorang penyumbang. maka dari itu bagi ta’mir masjid hendaknya menggunakan bahan yang lama untuk pembangunan masjid yang baru sesuai petunjuk ulama diatas. Wallahu a’lam bisshowab.