Pertanyaan :
Ustadz, saya guru ngaji di kampung saya yang kehidupan ekonominya sangat sederhana dan kata orang tua saya ini masih keturunan Sayidati Fatimah binti Rosulullah (aalul bait). Pada Idul Fitri yang lalu santri saya ada yang memberi zakat fitrahnya kepada saya tetapi oleh famili saya disuruh jangan menerima zakat karena aalul bait itu katanya tidak boleh menerima zakat. Yang menjadi pertanyaan. siapa itu ahlul bait dan apa benar tidak boleh menerima zakat juga apa berlaku sampai sekarang ? Atas jawaban ustadz saya haturkan jazakumullah khoiron katsiiroo.
Muhammad As-Segaaf, Pasuruan Jatim
Jawaban :
Al-Habib Muhammad As-Segaf yang saya muliakan, Aalul bait itu maksudnya keluarga dan keturunan Nabi Muhammad SAW. Siapa yang termasuk aalul bait itu ? Menurut Imam Hanafi dan Imam Hanbali yaitu : keluarga keturunan al-‘Abbas, ‘Ali, Ja’far, ‘Aqil bin Abi Tholib dan al-Harits bin Abdul Mutthollib. Menurut Imam Syafi’i yaitu Bani Hasyim dan Bani al-Mutthollib, Sedangkan menurut Imam Maliki aalul bait itu, Bani Hasyim saja. Adapun Bani al-Mutthollib saudara Hasyim bukan termasuk aalul bait. Nah, Habib Muhammad Assegaf kalau benar dari keturunan Sayidatina Fatimah binti Rasulullah dan Sayidina ‘Ali bin Abi Tholib baik itu dari al-Hasani atau al-Husaini, maka termasuk aalul bait, begitu juga keturunan Habib Muhammad As-Segaf sampai hari kiamat.
Apakah aalul bait boleh menerima zakat ? Ada sebuah riwayat bahwa Sayidatina Fatimah mendapatkan zakat dari orang kaya, kemudian Rasulullah tidak memperbolehkan untuk menerimanya seraya beliau bersabda : “ Sesungguhnya zakat ini sebagian kotoran ( harta ) manusia, dan sesungguhnya tidak halal bagi Muhammad dan keluarga Muhammad. ” ( H.R. Muslim dari Abdul Mutthollib bin Rabi’ah )
Yang dilarang bagi aalul bait itu menerima zakat baik itu zakat fitrah atau zakat mal, adapun shodaqah hadiah, hibah atau lainnya maka tidak ada larangan. Dan larangan keluarga Rasulullah menerima zakat itu menurut mayoritas ulama berlaku sampai akhir zaman dan sebagai konpensasinya aalul bait berhak mendapatkan 1/5 (seperlima) dari baitul mal. Jika sekarang aalul bait tidak mendapatkan bagian dari baitul mal atau memang di suatu negara tidak ada baitul mal, maka menurut pendapat Imam Hanafi, Maliki dan sebagian al-Syafi’yah, boleh menerima zakat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Bahkan menurut al-Dasuqi al-Maliki untuk masa sekarang memberikan zakat kepada aalul bait dalam kondisi kekurangan itu lebih utama. ( al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh : II/884)
Habib Muhammad Assegaf yang saya hormati, antum sebagai guru ngaji dan kondisi ekonomi sederhana ( baca : miskin ) sebenarnya berhak menerima zakat fitrah atau mal, namun karena antum termasuk aalul bait mindzurriyatirrosul maka ada larangan Rasulullah sendiri untuk menerima zakat kepada keluarganya sebagaimana hadits di atas, karena zakat itu kotoran harta kaum muslimin dan tidak layak keluarga dan keturunan Nabi hanya mendapatkan sisa-sisa kotoran harta manusia. Maka sebaiknya kalau antum masih memungkinkan untuk mendapatkan ma’isyah dengan cara lain yang halal maka sebaiknya tidak menerima zakat, tetapi kalau kondisi antum masyaqqoh dan udzur untuk kasab juga tidak ada yang memberikan dari baitul mal, maka sesuai sebagian pendapat ulama boleh menerima zakat. Dan seharusnya para wali santri guru ngaji tidak hanya memberikan zakat fitrah kepada guru ngaji anaknya, alangkah baiknya kalau guru ngaji itu juga dibantu ekonominya setiap waktu sehingga lebih konsentrasi mengajarkan Al-Qur’an yang merupakan pekerjaan paling utama, demikian kata Rasulullah SAW. Semoga Allah memberikan kemudahan dan kecukupan kepada Habib dan kita semua. Amiiin yaa Mujibassailiin.