Pertanyaan :
Saya ingin bertanya tentang status anak hasil zina.Karena sekarang ini kadang terjadi kawin setelah hamil sehingga lahir anak haram atau anak jadah. Orang tua mereka ketika melakukan hubungan seksual belum menikah sehingga anak mereka tak sah secara agama.
Yang ingin saya tanyakan, lalu bagaimana kalau anak itu wanita dan kawin nanti. Siapa yang harus jadi wali ketika ia menikah ? Kalau ayahnya yang jadi wali kan jelas tak sah mengingat status anak itu tak jelas.
Edy Rahardjo, Rungkut Surabaya
Jawaban :
Mas Edy Raharjo yang dimuliakan Allah SWT, perzinaan adalah perbuatan tercela bukan hanya kepada pelakunya tetapi juga berakibat pada anak yang dihasilkan karena perzinaan. Memang anak zina tidak menanggung dosa orang tuanya dan kalau dia beramal sholeh bisa masuk sorga kelak di akhirat karena seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain, tetapi anak zina menanggung konsekwensi hukum islam, di antaranya masalah waris dan perwalian.
Mas Edy Raharjo, anak zina secara garis nasab hanya bernasab pada “ibu” saja dan tidak bisa bernasab pada “ayah” (lelaki) yang menzinai ibunya. Dengan demikian jika ayahnya meninggal maka anak zina itu tidak bisa mendapatkan bagian harta waris dari ayahnya. Dia hanya bisa mendapatkan harta waris dari ibunya saja.
Adapun wali nikah bagi seorang wanita anak zina, maka ada dua hal : Pertama, Jika ibunya dinikahi oleh seorang yang jelas menzinainya, artinya dinikahi oleh seorang yang meletakkan sperma dirahimnya dan mulai nikah sampai melahirkan lebih dari enam bulan, maka ayah yang menzinai dan menikahi ibunya itu berhak menjadi wali nikah anak perempuan hasil zina itu. Kedua, Jika ibunya dinikahi oleh lelaki yang tidak menzinainya, atau tidak jelas sperma siapa yang menjadi anak di kandungannya karena berzina tidak hanya dengan satu orang tetapi beberapa orang lelaki, atau walaupun yang menikahinya jelas orang yang menzinainya tetapi sejak akad nikah sampai melahirkan kurang dari enam bulan (paling sedikitnya masa hamil), maka anak perempuan hasil zina itu langsung diwalini oleh “wali hakim”. Bukan oleh ayahnya. Karena anak itu dianggap tidak punya wali dan wanita yang tidak punya wali maka yang menjadi wali itu adalah sulthon (wali hakim / penghulu KUA). Sesuai sabda Rasulullah saw. “ Sulthon (hakim/qodli) wali bagi wanita yang tidak punya wali.” (al Fiqh al Islami wa Adillatuh : 4/231)
Hai kaum muslimin…! mari hindari pergaulan bebas yang berakibat pada perzinaan, karena itu sangat merugikan diri dan keturunan serta merusak tatanan sosial. Sesuai firman Allah SWT “ Jangan dekat-dekat zina, karena itu perbuatan keji dan paling jeleknya jalan…” (Q.S. al-Isra’ : 32). Wallahu a’lam bisshowab.