Pertanyaan :
Ustadz, saya kenal dengan seorang WTS, tapi saya tidak pernah berzina dengan siapapun, setelah saya banyak tahu tentang dia saya ingin mengentaskannya dari lembah hitam karena dia sebenarnya melakukan itu karena faktor ekonomi dan dendam. Yang jadi pertanyaan saya, apa hukumnya menikahi wanita pezina ? Terima kasih atas jawabannya.
Muhammad Zaini,
Sutorejo Surabaya
Jawaban :
Pak Muhammad Zaini yang saya hormati hukum menikahi wanita yang pernah berzina ( WTS atau bukan) ada dua pendapat ulama’: Pertama, hukumnya haram. Ini pendapat dari Sayidina Ali, Al-Barra’, Siti ‘Aisyah dan Ibnu Mas’ud. Kedua, hukumya jawaz (boleh). Pendapat ini dari Sayidina Abi Bakar, Umar bin Khotthob, Ibnu Abbas, Imam fiqh yang empat ( Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali).
Dalil yang digunakan oleh pendapat yang pertama adalah dzohirnya ayat dalam surat al-Nur ayat 3, “ Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik. Dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu’min.”
Dari ayat ini menunjukkan adanya larangan menikahi wanita berzina karena walaupun kalimat ‘tidak mengawini’ ( laa yankihuhaa ) itu kalimat khabar bukan nahi tetapi ditegaskan di akhir dengan kalimat ‘diharamkan’ atas oramg yang mu’min (waa hurrima dzalika alal mu’miniin)
Begitu juga berdasarkan sebab turunnya ayat di atas, yaitu sahabat Martsad bin Abi Martsad yang minta izin kepada Rasulullah untuk menikahi seorang wanita pelacur di masa jahiliyah yang bernama ‘Anaaq, tetapi Rosulullah tidak menjawabnya sampai turun ayat di atas dan kemudian Rosulullah bersabda : “ Hai Martsad, janganlah engkau menikahinya !”
Pendapat yang kedua memberikan penjelasan bahwa ayat ‘Az-aaniyatu laa yankihuha illa zaanin’ itu diartikan pada umumnya seorang wanita yang fasiqoh (pernah berbuat zina) tidak suka dinikahi oleh orang yang mu’min. Begitu juga berdasarkan hadits riwayat al-Thabrani dan al-Daruquthni dari ‘Aisyah R.A. bahwa Rasulullah saw ditanya tentang seorang lelaki yang menzinahi seorang perempuan kemudian ia ingin menikahinya, maka Rasulullah bersabda : “ Yang awal itu pelacuran dan yang kedua itu pernikahan. Suatu perbuatan haram tidak mengharamkan sesuatu yang halal.”
Ibnu Abbas pernah ditanya tentang demikian itu, beliau menjawab, “ Yang pertama itu pelacuran dan yang kedua itu pernikahan. Niscaya perumpamaan demikian itu seperti orang yang mencuri buah milik tetangga, kemudian diketahui oleh pemiliknya dan pencuri itu membelinya, maka yang dicuri itu haram dan yang dibeli itu halal. (Syekh Ali al-Shobuny, Tafsir Ayat al-Ahkam. Juz II hal. : 49-50)
Pak Muhammad Zaini yang budiman, menikahi WTS secara fiqh ada dua pendapat, ada yang mengharamkan dan ada yang memperbolehkan. Menurut penulis itu boleh, asal sudah memenuhi syarat dan rukun, apa lagi niat untuk mengentaskannya dari lembah hitam. Namun Pak Muhammad Zaini perlu mempertimbangkan tentang kondisi kesehatannya dari penyakit menular, keserasian gaya hidup, faktor keturunan dan lainnya. Semoga Allah memberi petunjuk. Amiin.