Pertanyaan :
Dalam beberapa kesempatan, saya meninggalkan salat wajib. Hal itu beberapa kali saya lakukan. Saya merasa masih punya hutang untuk membayarnya. Bagaimana cara dan niat lafadznya ? Apakah salat yang ditinggalkan harus dikerjakan sesuai dengan waktunya ?
Didik Sutrisno, Pasar Lor, Klojen Lumajang
Jawaban :
Mas Didik Sutrisno yang dimuliakan Allah SWT, Salat adalah tiang agama dan barangsiapa yang mendirikan salat berarti menegakkan agama tetapi kalau meninggalkan salat berarti meruntuhkan sendi-sendi agama. Salat itulah yang pertama kali nanti dihitung di hari kiamat sebelum amalan yang lain. Maka hendaknya salat dikerjakan dengan sempurna, sesuai syarat rukunnya, penuh khsyu’ dan tepat waktu. Allah SWT berfirman. “ … Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. ” (Q.S. al-Nisa’ 103 )
Namun kalau tidak dapat melakukan salat tepat pada waktunya karena beberapa alasan baik yang sengaja atau tidak sengaja, maka salat yang tertinggal itu hutang yang harus dibayar ( qodlo’ ), sedangkan hutang kepada Allah itu yang seharusnya lebih utama untuk dilunasi. Sesuai sabda Rasulullah SAW, ”… Maka hutang kepada Allah lebih berhak untuk dibayar”.( H.R. Bukhori ). Dalam hadits lain Rasulullah saw bersabda, “ Barangsiapa yang tertidur kemudian tidak salat atau karena lupa, maka hendaknya segera melaksanakan salat setelah ingat atau bangun dari tidur.” (HR. Muttafaq Alaih). Orang yang lupa atau tertidur saja masih punya kewajiban untuk mengganti salat yang tertinggal apa lagi ada unsur kesengajaan tentu itu lebih wajib. ( al Fiqh al Islami wa Adillatuh 2/130)
Mas Didik Sutrisno, cara mengqodlo’ salat yang tertinggal sama dengan salat pada waktunya baik syarat dan rukunnya, yang berbeda hanya ‘niatnya’ ketika takbirotul ihrom. Yang seharusnya lafadz (aada’an) diganti dengan lafadz (qodlo’an). Contohnya : Usholli fardlossubhi rok’ataini mustaqbilal qiblati qodlo’an lillahi ta’ala, Allahu akbar. Dan salat yang ditinggalkan tidak harus dikerjakan sesuai dengan waktu yang sama. Artinya dzuhur boleh diqodlo’ di waktu asar, maghrib, isya’ tidak harus menunggu waktu dzuhur keesokan harinya, begitu juga dalam satu waktu boleh mengqodlo’ beberapa salat sekaligus, sebagaimana yang pernah dilakukan Rasulullah pada yaum al-Khondaq. Wallahu a’lam bisshowab.