“5 Prinsip Bertetangga ala Rasulullah”
CHOLILNAFIS.COM, Jakarta-Islam adalah agama yang lengkap. Menyajikan panduan bagi umatnya untuk semua hal tentang hidupnya. Tak terkecuali saat bertentangga. Tidak sedikit orang yang bertetangga justru saling menyakiti, saling melaporkan ke polisi hanya karena masalah sepele seperti soal parkir mobil atau kenakalan anak misalnya.
Tentu saja contoh di atas sebagai hal buruk yang tidak patut dicontoh. Bertentangga hakikatnya manusia menjalani konsep sebagai makhluk sosial, yang oleh sosiolog disebut “zon politicon“. Seorang manusia tidak bisa hidup dalam kemandirian mutlak yang tidak memerlukan bantuan orang lain. Tak terkecuali seorang muslim, yang memiliki rujukan Al-Quran dan As-Sunnah. Ada sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Al-Khatib, Rasulullah SAW bersabda: “Pilihlah tetangga sebelum memilih rumah. Pilihlah teman sebelum memilih jalan, dan siapkanlah bekal sebelum berangkat”. (HR. Al-Khathib).
Pesan nabi ini menekankan betapa pentingnya memiliki lingkungan hidup yang “sehat” dan yang mendukung kenyamanan dibandingkan dengan rumah yang akan ditinggali. Sehingga pilihlah siapa yang akan menjadi tetangga kita sebelum membeli rumah itu sendiri.
Kondisi rumah akan sangat mempengaruhi kenyamanan internal para anggota keluarga, sementara tetangga adalah lingkungan yang akan membuat nyaman secara sosial. Keduanya harus bisa diraih jika ingin mendapatkan kebahagiaan sejati, selain tentu saja dibarengi dengan ketaatan kepada Allah. Ada prinsip umum yang harus dilakukan seorang muslim dalam bertentangga dan berhubungan dengan pihak lain, baik dengan sesama muslim atau dengan non muslim. Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dikatakan: “Seorang muslim adalah orang yang muslim lainnya selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Muslim)
Pesan Rasulullan dengan “merasa aman dari lisannya” bisa mencakup gangguan dengan bentuk ucapan maupun tindakan yang bersifat melecehkan atau merendahkan orang lain. Sementara “selamat dari tangannya” bisa mencakup kedhzaliman yang menggunakan tangan atau anggota tubuh lainnya, dan juga kedhzaliman dengan menggunakan kekuasaan yang dimiliki. Tentu hal ini berlaku untuk semua aspek rasa aman yang berhubungan dengan orang lain, yang mancakup setiap orang yg dilindungi darah, harta, dan kehormatannya di dalam Islam.
Lalu, bagaimana praksisnya bentuk perbuatan mulia terhadap tetangga itu? Pertama, memuliakan tetangga. Dalam sebuah haditsnya yang sangat terkenal Nabi bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR. Muttafaqun ‘alaihi). Pesan hadits ini menekankan soal bertentangga sangat tinggi kedudukannya hingga disejajarkan dengan keimanan seseorang terhadap Allah SWT. dan hari akhir. Artinya, barangsiapa yang tidak memuliakan (berbuat baik) terhadap tetangganya, maka ia dikategorikan sebagai orang yang tidak beriman terhadap Allah dan hari akhir.
Kedua, memelihara hak tetangga, khususnya yang paling dekat. Betapa Rasulullah mewanti-wanti agar benar-benar baik sesama tetangga yang paling dekat. Minimal dengan lingkungan kompleks rumah. Pernah suatu kali Aisyah ra bertanya: “Ya Rasulullah, aku memiliki dua tetangga, manakah yang aku beri hadiah? Rasulullah menjawab: “Yang pintunya paling dekat dengan rumahmu”. (HR. Bukhari, Ahmad dan Abu Dawud).
Ketiga, tidak mengganggu ketenangan. Karena posisinya saling berdekatan, sementara masing-masing memiliki hak hidup, maka harus saling mengerti satu sama lain. Terlarang bagi seorang mukmin mengganggu ketenangan tetangganya sendiri. Larangan keras ini ditemukan dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah, dimana Rasulullah berkata: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah dia mengganggu tetangganya”.
Keempat, saling menasehati dalm kebaikan. Karena hidup bersama dalam lingkup dekat, kenal dan sering bertemu, maka disarankan untuk saling menasehati dalam kebaikan dan mencegah dalam keburukan. Nabi saw. bersabda: “Agama itu nasihat” Kami (para sahabat) bertanya: “Untuk siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan seluruh kaum muslimin”. (HR. Muslim, Abu Dawud, Ahmad dan Nasa’i).
Kelima, tidak saling cari kesalahan. Perilaku ini sering muncul saat diantara mereka ada rasa iri hati dengan banyak hal. Seharusnya, daripada mencari-cari kesalahan tetangga lebih baik kita mencari-cari kesalahan diri sendiri. Kemudian kesalahan demi kesalahan pribadi tersebut sedikit demi sedikit diperbaiki hingga menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Beberapa poin di atas adalah bagian dari hal-hal yang perlu kita cermati agar kita bisa mencapai bahagia dalam hidup. Apalagi di bulan yang mulia ini, hendaknya kita selalu mengingat akan nilai-nilai keutamaan Ramadhan. Wallahu a’lam