“Sesuatu yang sangat membanggakan, bahwa masjid dan kegiatannya merupakan kebutuhan personal dan sosial bagi WNI di Korea”
CHOLILNAFIS.COM, Jakarta-Menurut cerita masyarakat muslim Indonesia yang berada di Korea Selatan bahwa hampir 90 persen masjid warga negara Indonesia (WNI) di Korea Selatan dibangun atas donasi antara jemaah yasinan dan shalawatan. Awalnya sekedar hasrat ingin temu kangen yang kemudian merasa perlu ada pusat interaksi positif dan peribadatan.
Menurut penuturan staf KBRI di Korsel, sudah ada 60 masjid yang diinisiasi dan dikelola oleh WNI di seluruh kota di Korea Selatan. Lima diantaranya sudah permanen dan terpisah dari bangunan lain. Sedangkan 54 masjid lainnya masih berupa flat atau aula yang disewa pada salah satu lantai di apartemen-apartemen di Korea. Umumnya, masjid-masjid tersebut dikelola oleh WNI. Sedangkan umat Muslim dari negara lain umumnya hanya sekedar mengikuti kajian jamaah dan shalat
Masjid-masjid yang permanen sudah berwenang menunjuk imam tetap dari dalam atau luar Korea dan pengurusan visanya akan diterbitkan dengan sponsor dari Korea Muslim Federation (KMF). Tidak hanya sebagai tempat ibadah, masjid juga menjadi pusat informasi bagi warga Korea yang ingin belajar Islam. Masjid-masjid di Korea Selatan menyediakan bahan-bahan bacaan dan audio yang diberikan gratis buat mereka yang ingin mempelajari Islam.
Terdapat sekitar 39 ribu Warga Negara Indonesia (WNI) di Korsel dan 80 persen dari jumlah tersebut adalah Muslim. Mereka umumnya bekerja di bidang manufaktur dan tinggal di Mes yang disediakan pabrik. Mereka tidak menyewa rumah sendiri dan sedikit sekali yang menyewa rumah dengan cara patungan di luar mes yang telah disediakan pabrik.
WNI di Korea Selatan umumnya tidak membawa keluarga karena mereka hanya mendapat visa tunggal bagi pekerja. Karena itu, keberadaan masjid menjadi angin surga bagi mereka karena di masjid itulah mereka bisa bertemu sesama WNI dan bisa beribadah dengan nyaman.
Seperti masjid Al-Barokah di Gimhae yang sempat saya kunjungi dan mengadakan tabligh bersama WNI di Korsel bagian bawah dan tengah. Masjid ini awalnya berupa pertokoan yang kemudian dibeli atas urunan sesama WNI sebagai pusat kegiatan dan peribadatan. Masjid yang luasnya sekita 35 M x 16 ini cukup besar. Yang terdiri dari bangunan dalam masjid untuk shalat dan emperannya untuk kegiatan dan sekedar kumpul-kumpul di akhir pekan.
Sesuatu yang sangat membanggakan, bahwa masjid dan kegiatannya merupakan kebutuhan personal dan sosial bagi WNI di Korea. Dengan tradisi Yasinan, Shalawatan dan pengajian dapat membentengi mereka dari arus kebebasan pergaulan dan mengatasi kesepian sebagai diaspora. Mereka lebih terarah dan tak melupakan tujuan awal utk mengais rizki di negeri Gingseng.
Kebebasan hidup dan perbedaan budaya di Korea Selatan acapkali membuat para WNI yang bekerja lupa tujuan semula dan cenderung hedonis bahkan tak jarang terjadi tawuran dan pembunuhan. Karenanya mereka menanggulanginya dengan membentuk penguyuban-paguyuban kedaerahan dan aktifitas keagamaan di masjid. (ed.Adm/Fz)