“Demi untuk menjaga ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariah, sebaiknya kesalahpahaman dan kegaduhan ini segera disudahi demi keutuhan umat dan kesatuan bangsa Indonesia”
CHOLILNAFIS.COM, Jakarta-Kontroversi pembakaran kain hitam bertuliskan kalimat tauhid yang dilakukan beberapa orang berseragam Banser (Barisan Serba Guna) Ansor mendapat tanggapan beragam di masyarakat. Berdasarkan rilis yang disampaikan PP GP Ansor bahwa pembakaran dilakukan secara spontanitas karena menemukan bendera selain merah putih sesuai dengan kesepakatan panitia. Hal ini juga mereka mengaku melakukan atas dasar semangat cinta Tanah Air karena itu diasumsikan sebagai bendera milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang nota bene secara resmi dilarang oleh negara melalui keputusan pengadilan.
Dalam pandangan saya, yang membakar bendera tersebut tidak mungkin karena alasan phobia atau membenci kalimat syahadatain. Sebab, sesuai tradisinya, Banser yang nota bene warga nahdhiyin biasa melakukan ritual “tahlilan” yg di dalamnya terdapat bacaan kalimat tauhid, La ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah. Jelas sekali peristiwa tersebut bukan karena phobia terhadap kalimat tauhid, tapi semata-mata dilakukan karena kecintaan mereka kepada NKRI dan menjaga dari rongrongan ideologi yang hendak mengganti dasar Negara Pancasila dengan sistem khilafah.
Namun demikian, kejadian tersebut harus diakui telah menimbulkan kegaduhan dan memunculkan tafsir negatif sehingga ada sebagian umat Islam merasa terlukai karenanya. Seiring dengan itu, pelakunya pun sdh meminta maaf secara terbuka karena tidak mengikuti SOP organisasinya dan timbulnya salah paham sebagian masyarakat yang tidak perlu di tengah memanasnya situasi politik seperti saat ini.
Demi untuk menjaga ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariah, sebaiknya kesalahpahaman dan kegaduhan ini segera disudahi demi keutuhan umat dan kesatuan bangsa Indonesia. Karena kasus ini semua terkait dengan niat dan tujuan. Kepada semua pihak agar mendinginkan suasana (cooling down), bersikap rendah hati dan saling memaafkan, tidak reaktif, serta membangun dialog dengan mengutamakan kepentingan bersama.
Jika ada hal yang dianggap terdapat pelanggaran hukum, baik pihak yg membakar atau yang mengibarkan dan membawa bendera di luar kesepakatan bersama, sebaiknya diserahkan kpd aparat penegak hukum. Demikian juga pihak Kepolisian RI agar tetap bekerja secara profesional dan dapat bertindak seadil-adilnya demi tegaknya hukum.
Namun, belajar dari peristiwa ini, yang terpenting adalah jika muncul permasalahan yang menyangkut paham dan tafsir beragama hendaknya bisa ditempuh dengan cara-cara luhur sebagaimana warisan budaya bangsa melalui jalan musyawarah dan dialog dari hati ke hati. Sejarah telah mencatat bahwa bangsa kita lekat dengan budaya silaturrahim dan dialog untuk mencari titik temu yg dilandasi rasa cinta kasih dan tulus hati.
Mudah-mudahan Indonesia terus damai dan maju. Amin.
ttd
KH. M. Cholil Nafis, Lc., MA., Ph.D
(Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah)