“MUI membuat standar halal sebagaimana ditentukan dalam ajaran Islam”
CHOLILNAFIS.COM, Jakarta-Implementasi ajaran Islam adalah melaksanakan yang halal dan menjauhi yang haram. Halal adalah sesuatu yang diperbolehkan dan haram adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT. Oleh karena itu wujud beragama yang baik dan taqwa adalah mengikuti perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya.
Makanan dan minum serta barang gunaan dalam Islam mengandung unsur ibadah sehingga erat kaitannya dengan masalah halal dan haram. Meskipun al-Qur’an menjelaskan beberapa hal yang secara esensi dan dzatnya diharamkan untuk dikonsumsi, Namun pada praktiknya di Indonesia dan beberapa negara menggunakan sertifikasi halal itu karena berasaskan pada prinsip kehati-hatian (ihtiyath). Yaitu mengantisipasi banyaknya barang olahan yang menggunakan bahan pokok atau campuran barang haram atau najis.
Indonesia yang mengikuti kesepakatan internasional, Undang-undang dasar 1945 dan peraturan perundangan memberi mandat sertifikasi halal kepada Majelis Ulama Indonesia demi menjamin terpenuhinya umat dalam mendapakan makanan, minuman dan bahan gunaan yang halal. MUI membuat standar halal sebagaimana ditentukan dalam ajaran Islam. Lalu dilakukan pemeriksaan dan kajian untuk dasar dikeluarkannya fatwal yang kemudian diterbitkan sertifikat halal. Sertifikasi halal di Indonesia belum maksimal karena kebijakan belum terintegrasi dan sarana dan prasarana belum memadai. Bahkan Badan Penjaminan Produk Halal (BPJPH) belum beroprasi sampai saat ini. (Edit/ADM/FZ)
Pengasuh Pondok pesantren Cendekia Amanah/Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indoensia (MUI) Pusat
ttd
Dr. KH. M. Cholil Nafis, Lc., MA.