“Masing-Masing Orang Mempunyai Makna sendiri terhadap ‘Islam Nusantara'”
CHOLILNAFIS.COM, Jakarta– Belakangan ini muncul polemik pemaknaan ‘Islam Nusantara’, istilah tersebut menemukan momentum popularitasnya, setelah PBNU mengangkatnya menjadi tema Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, pada 1-5 Agustus 2015. Pada acara Muktamar tersebut tema persisnya berbunyi “Meneguhkan Islam Nusantara sebagai Peradaban Indonesia dan Dunia”. Istilah dan tema ini-terlepas beberapa hal problematik terkait-sangat relevan dan tepat waktu waktu dalam konteks nasional maupun internasional.
Menurut Ketua Komisi Dakwah dan Pengambangan Masyarakat MUI Pusat, KH M Cholil Nafis Ada dua makna Islam Nusantara, yakni objektif dan subjektif, “Objektif adalah memaknai islam itu berdasarkan sesuatu yang berlaku di Indonesia tetap berdasar al-Qur’an dan Hadist. Hanya saja pada saat dalam al-Qur’an dan Hadist tidak ada, ia mengkayakan dengan budaya di Indonesia, yang menurut ilmu ushul fiqh berdasarkan ‘urf” terangnya pada Rabu, 04/07/2018.
Sedangkan yang subjektif menurut Kiai Cholil dapat memalingkan makna makna Islam dan istilah Islam Nusantara tersebut sehingga dapat dijadikan sebuah alat baru untuk memecah belah umat Islam itu sendiri, “Yang subjektif itu dapat memalingkan makna islam Nusantara menjadi berlawanan dengan Islam yang turun di Arab, dan kadang-kadang rasis kepada Arab dan memaknai Islam untuk menghancurkan islam itu sendiri” lanjut Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah tersebut.
Oleh karena itu, kiai Cholil Nafis menegaskan bahwa hal ini disebabkan pada Muktamar NU yang ke-33 Islam Nusantara bukan hasil keputusan, namun merupakan tema dari Muktamar di Jombang pada 1-5 Agustus 2015 tersebut. “ini masalahnya karena di dalam Muktamar NU kemaren Islam Nusantara menjadi tema tapi tidak diputuskan di dalam forum itu apa definisi, apa ciri-cirinya dan lain sebagainya. Sehingga masing-masing orang ya mempunyai makna sendiri, ada yang objektif ada yang subjektif” tutup Kiai Cholil Nafis. (Adm)