CHOLILNAFIS.COM,Jakarta-Menyoal rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menggelar salat tarawih berjamaah di kawasan Monumen Nasional (Monas) menuai kontroversi, kini lokasi acara dipindah setelah beberapa tokoh ulama berkomentar tentang rencana Pemprov DKI Jakarta Tersebut, sebagaimana yang ditiliskan Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat, KH M Cholil Nafis yang juga sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Cendekia Amanah, Depok. Jumat, (18/05/18).
Rencana menggelar salat tarawih oleh Pemprov DKI ini pertama kali dilontarkan oleh Wagub DKI Sandiaga Uno pada Jumat (18/5) lalu. Waktu itu dia menyebut persiapan sedang dilakukan. menurut Kiai Cholil Nafis kegiatan keagamaan di lapangan pantasnya untuk maulid dan syiar keagamaan, namun untuk sholat di lapangan kurang elok silaksnakan sebab berdekatan dengan masjid dan masjid cukup muat untuk menampung jamaahnya. “Cukuplah seperti maulid dan syiar keagamaan aja yang di lapangan. Tapi salat di lapangan sepertinya kurang elok sementara masih ada masjid besar sebelahnya yang bisa menampungnya. Ayo pemprov DKI lebih baik konsentrasi pada masalah pokok pemerintahannya yaitu mengatasi banjir dan macet yang tak ketulungan dan merugikan rakyat,” kata Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat Kiai Cholil Nafis.
Berikut 4 catatan penting Kiai Cholil Nafis terkait rencana Pemprov tersebut sebagaimana dikutip cholilnafis.com dari laman facebook Kiai Cholil Nafis:
1. Saya ko’ ragu ya klo alasannya tarawih di monas utk persatuan. logikanya apa ya? bukankah masjid Istiqlal yg megah itu simbol kemerdekaan, kesatuan dan ketakwaan. Sebab sebaik2 shalat itu di masjid krn memang tempat sujud. Bahkan Nabis saw. selama Ramadhan itu i’tikaf di masjid bukan di lapangan.
https://news.detik.com/…/pemprov-dki-gelar-tarawih-bersama-…
2. Marilah yg sehat menggunakan logikan kebangsaan dan keagamaan. Jangan menggunakan ibadah mahdhah sebagai alat komunikasi yg memunculkan riya’ alias pamer. Shalat Ied aja yg utk syi’ar masih lebih baik di Masjid klo bisa menampungnya. Meskipun ulama ada yg mengajurkan di laangan. krn syi’ar tapi Masjid masih lebih utama
3. Shalat tarawih itu menurut sebagian ulama sbg shalat malam, maka lebih baik sembunyi atau di masjid. Makanya Nabi saw hanya beberapa kali shalat tarawih bersama sahabat di Masjid. Makanya klo shalat di Monas krn persatuan sama sekali tak ada logika agamanya dan kebangsaannya. pikirkan yg mau disatukan itu komunitas yg mana?
4. Duh, yg mau disatukan dg shalat tarawih itu komponen yg mana? dan yg tak satu yg mana? klo soal jumlah rakaat yg berbeda sdh dipahami dg baik oleh masjid2 bahwa yg 8 atau yg 20 bisa shalat bareng berjemaah hanya yg 20 kemudian meneruskan. Ayolah agama ditempatkan pada relnya jgn dibelokkan.
5. Saya berharap pemprov DKI mengurungkan niat tarawih di Monas. Cukuplah seperti maulid dan syiar keagamaan aja yg di lapangan. Tapi shalat di lapangan sepertinya kurang elok sementara masih ada masjid besar sebelahnya yg bisa menampungnya. Ayo pemprov DKI lebih baik konsentrasi pada masalah pokok pemerintahannya yaitu mengatasi banjir dan mecet yg tak ketulungan dan merugikan rakyat. (Adm)
KH. M. Cholil Nafis, Lc., Ph.D
(Pengasuh Pesantren Cendekia Amanah, Depok)