CHOLILNAFIS.COM, Jakarta-Puasa bagai balai pelatihan bagi tumbuh kembangnya karakter anak. Sebab saat menjalankan ibadah puasa ditanamkan kejujuran, keteguhan pada prinsip dan tak terbawa oleh arus orang lain. Puasa dilakukan karena dorongan iman dan ajaran agama sehingga terpatri dalam dirinya bahwa hidupnya harus senantiasa mengikuti ketentuan Allah SWT.
Suasana dan lingkungan di bulan Ramadhan sangat mendukung untuk membentuk karakter yang kuat. Sebab kondisi keluarga di bulan Ramadhan banyak waktu untuk menjalankan ibadah bersama dan hidup penuh kebersamaan. Kondisi masyarakat pun dalam suasana akrab dan penuh tenggang rasa dan saling berbagi.
Bulan Ramadhan dapat dijadikan sarana untuk mendidik anak-anak dan remaja untuk mengerti tentang pentingnya mengedalikan diri dari konsumerisme, menahan diri dari dorongan nafsu dan kesadaran untuk berlatih dan membiasakan diri dalam kebaikan.
Ibada puasa Ramadhan dapat menjadi sarana untuk membentuk karakter anak sesuai dengan tuntutan zaman dan sesuai denga ajaran Islam. Pertama, membentuk karakter yang bertauhid kepada Allah SWT. Puasa adalah rahasia seorang hamba dengan Tuhannya. Makan, minum dan nafsu perlu dipenuhi kebutuhan namun harus sesuai dengan ajaran dan ketentuan Allah SWT.
Pesan Lukman Al-Hakim yang dipuji oleh Allah SWT sehingga diabadikan dalam Al-Qur’an adalah, jangan syirik karena syirik merupakan kezaliman yang besar. (QS. Lukman:13). Tauhid adalah pondasi dari karakter baik, yang kemudian akan dibangun diatasnya pengetahun, bakat dan minat hidup. Jika pondasi diri seseorang itu baik dan kokoh maka pengetahuan dan minatnya pun pasti untuk membangun kemaslahatan.
Kedua, Puasa dapat membentuk karakter hidup sederhana. Di zaman yang penuh hedonisme dan semua serban diukur dengan materi, maka puasa dapat mendidik anak untuk menyadari bahwa manusia jangan terlalu mencintai materi, bahkan suatu saat dan waktu tertentu manusia harus bisa hidup tanpa materi.
Ketiga, membentuk karakter anak yang peduli dengan masyarakat sekitar. Gejala yang muncul di beberapa kota-kota besar adalah individualistik, sehingga banyak yang hanya berpikir dan berbuat untuk kepentingan sendiri tanpa memperdulikan kesengsaraan orang di sekitarnya. Lapan dan haus yang dirasakan oleh anak yang sedang berpuasa dapat merangsang kesadaran untuk memikirkan orang yang tidak berdaya dan tidak mampu, sehingga muncul rasa peduli untuk berbagi kebahagian dengan orang yang lemah. Kepedulian itu dapat membangun rasa dan prilaku kolektifitas masyarakat.
Keeempat, melatih karakter anak agar kuat melewati rintangan dan tantangan. Ketika berpuasa, anak akan merasakan pedihnya lapar dan sengsaranya haus sehingga menjadi latihan sabar dalam mengarungi kehidupan. Al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumiddin, mengklasifikasi sabar menjadi tiga. Yaitu, sabar dalam menghadapi cobaan (musibah), sabar dalam meninggalkan maksiat, dan sabar dalam memenuhi perintah Allah SWT (taat).
Kelima, Puasa membentuk karakter anak yang dinamis. Ramadhan satu bulan penuh dapat menanamkan sifat yang akrab dengan perubahan. Makan dan minum di malam hari saat Ramadhan telah menyalahi kebiasaan makan dan minum di siang hari selama sebelas bulan. Ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia membutuhkan jiwa dan sifat yang dinamis tidak terpaku pada rutunitas dan hanya pada sesuatu yang sudah dirasa nyaman dan mapan.
Pada pokoknya, penanaman karakter bagi anak terkandung dalam kewajiban melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Dalam puasa Ramadhan terdapat tiga nilai pokok. Yaitu, adanya sikap mandiri, sederhana dan memegang teguh kebenaran. Sehingga terbentuk sikap peka dan peduli terhadap lingkungan sosial sekitar dan lahirnya jiwa keagamaan yang inovatif, kreatif, dan dinamis. (Adm)