Pertanyaan :
Suami saya ustadz TNI AD yang sedang bertugas di Aceh, pernah dia SMS minta izin kepada saya untuk ‘nikah sementara’ dengan gadis Aceh karena tidak kuat tuntutan biologis, nanti kalau sudah selesai tugas dia akan meninggalkan gadis itu dan kembali ke saya. Saya sih tidak masalah, namun yang menjadi pertanyaan saya ustadz, bolehkah menurut islam ‘nikah sementara’ seperti yang di inginkan suami saya ? Terima kasih atas jawaban ustadz.
Rosita Dewi, Jl. Sencaki Surabaya
Jawaban :
Ibu Rosita Dewi yang dimuliakan Allah SWT, ‘nikah sementara’ atau disebut juga ‘kawin kontrak’ dalam kajian fiqh islam disebut ‘Nikah Mut’ah’ artinya seorang lelaki menikahi perempuan yang dibatasi dengan waktu, baik sehari, seminggu, sebulan dan seterusnya.
Hukum nikah mut’ah itu pernah diperbolehkan oleh Rosulullah pada waktu Fathu Makkah tapi kemudian diharamkan untuk selamanya. Dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Majah bahwa Rasulullah saw, melarang nikah mut’ah, kemudian Rasulullah bersabda : “ Wahai segenap manusia, sesungguhnya aku izinkan kepadamu istimta’ (nikah mut’ah), ingatlah ! bahwa Allah benar-benar telah mengharamkannya sampai hari kiamat.”
Kholifah Umar bin Khotthob pernah naik ke atas mimbar dan berpidato di hadapan para sahabat mengharamkan Nikah Mut’ah, para sahabat diam dan menyetujuinya. al-Khotthobi menjelaskan : diharamkannya nikah mut’ah itu seperti ijma’ (konsensus ulama’), kecuali pendapat sebagian kelompok syi’ah. Dan tidak benar mereka bersandar kepada keterangan sahabat ‘Ali bin Abi Tholib, padahal Ali menjelaskan bahwa nikah mut’ah itu telah dihapus. ( Fiqh al-Sunnah : II/41 )
Nikah sementara disebut Nikah Mut’ah yang dilarang kalau persyaratan batasan waktu itu diucapkan dengan lisan pada saat aqad nikah (fi shulbil aqdi), kalau tidak di ucapkan tetapi hanya diniatkan dalam hati sebagian besar ahli ilmu menganggapnya bukan termasuk mut’ah dan itu boleh.
Syekh Ibn Baz, mufti Arab Saudi menjelaskan, bahwa nikah dengan niat tholaq kalau tidak diucapkan, maka ada perbedaan ulama. Sebagian ada yang memakruhkan, seperti al- Auza’i dan lainnya karena itu menyerupai mut’ah, tetapi sebagian besar ahli ilmu seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni, bahwa hal itu boleh kalau niat itu dalam hati dan tidak dijadikan syarat, seperti bepergian ke luar untuk belajar atau pekerjaan lain yang khawatir terjadi zina. Pendapat ini yang lebih kuat. ( Majmu’ Fatawa wa Maqolaat Mutanawiah : 5/41)
Ibu Rosita Dewi yang saya hormati suami Anda yang niat menikahi gadis Aceh selama bertugas dan nanti akan dicerai setelah selesai tugas, kalau itu dijadikan syarat dan diucapkan ketika aqad nikah itu tidak boleh karena itu termasuk nikah mut’ah. Tetapi kalau niat itu hanya disimpan dalam hati dan tidak diucapkan ketika aqad ( fi shulbil aqdi ) maka itu boleh, tapi akan lebih baik lagi kalau suami anda menikah di Aceh tidak diniati sementara tapi benar-benar menikah untuk selamanya dan itu di restui oleh anda. Insya Allah anda dan suami anda bahagia duniawi dan ukhrawi. Semoga sukses dalam tugas dan rumah tangga. Aamiin.