CHOLILNAFIS.COM, Jakarta-Berceramah dalam bentuk tabligh akbar di lapangan merupakan ciri khas dakwah Islam di Indonesia, termasuk ceramah yang mengombinasikan antara tuntunan dan tontonan. Tak cukup ceramah hanya menyampaikan ajaran dalam tabligh akbar tapi juga harus ada selingan sedikit humor, sehingga jamaah dapat memahami materi yang disampaikan.
Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan masyarakat MUI Pusat, KH M Cholil Nafis menceritakan tentang kemunculan penceramah dari generasi ke generasi di Indonesia, yang menyampaikan dakwahnya dengan cirinya masing-masing. “Saat masih kecil dulu ingat penceramah kondang adalah Kiai Syukran Makmun asal Madura. Ia penceramah yang menggelegar dalam durasi panjang, keras dan menantang, khususnya dalam mengkritik pemerintah. Sampai du jam tetap lantang mengoreksi masyarakat blak-blakan,” ujar Kiai Cholil dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/1).
Kiai Syukron merupakan paman dari Kiai Cholil. Menurut dia, pada saat Kiai Syukron berdakwah berhadapan dengan kondisi sosial dimana pemerintahan otoriter membuat takut masyarakat yang terkekang. Kehadiran Kiai Syukron yang berani mengkritik adalah suatu kebanggaan karena dapat menyuarakan mulut umat yang tertutup oleh rezim orde baru.
Setelah menjadi santri di Pesantren Sidogiri, kemudian Kiai Cholil mendengar nama Kiai Zainuddin MZ, sang penceramah yang retorik tapi tak memiliki pesantren. Padahal dalam asumsi pikiran Kiai Cholil saat itu, setiap muballigh pasti juga pengasuh pesantren seperti Kiai Syukran dan penceramah lainnya.
“Retorika Kiai Zainuddin indah sembari muatan materinya yang mendalam, keseharian sekaligus memotivasi tapi mudah dicerna serta sedikit ada bumbu canda yang cerdas. Pokoknya mendengarkan pidatonya tak pernah bosan meskipun diulang berkali-kali sampai sekarang,” ucapnya.
Memang, lanjut dia, saat itu masyarakat banyak yang gandrung mendalami keilmuan. Pidato Kiai Zainuddin pun mampu memukau dan menyishir umat, sehingga da’i sejuta umat itu melegenda sampai saat ini dan menginspirasi para penceramah untuk berdakwah melalui media televisi.
Berikutnya, sesuai kondisi zaman muncullah dai kondang AA Gym. Ceramahnya datar bahkan cendrung mengungkapkan kesedihan. Ia lebih menyampaikan manajmen qalbu dan jagalah hati menjadi tema utamanya. AA Gym muncul di saat masyarakat dalam keadaan sedih dengan hancurnya ekonomi dan transisi politik era reformasi .
Seiring dengan AA Gym, kemudian muncul Ustaz Yusuf Mansur yang menekankan pentingnya sadekah. Masalah apapun yang dihadapi umat solusinya yaitu dengan bersedekah. Tema inilah yang sangat mengena pada penyelesaian masalah umat yang sedang memperbaiki ekonomi dan mengembalikan kondisi sosial pasca reformasi.
Di era media penceramah intertein dan dari artis, kemudian muncul penceramah seperti almarhum ustaz Jefry el-Bukhori dkk. Setelah itu, juga banyak audisi da’i muda yang bermunculan di media dan layar kaca. “Bahkan saat saya jadi jurinya, lalu saya tanya kepada perseta lomba da’i tentang motivasinya? ingin ngartis jawabnya,” katanya.
Melihat fenomena para dai saat itu, Kiai Cholil merasa miris lantaran ceramah yang disampaikan lebih bernuansa tontonan darpada tuntunan agama. “Ironinya zaman itu, ceramah di televisi lebih bernuansa tontonan daripada tuntunan. Tak jelas siapa yang ahli agama dan tak jelas ceramah itu apakah tujuannya dakwah. Bahkan ceramah komedian dan artis yang terkesan glamor lebih menonjol daripada penceramah ulama,” jelasnya.
Masyarakat kemudian mulai sadar untuk memaknai bahwa penceramah tak lagi hanya dari pengasuh pesantren atau ustaz di masjid dan mushalla saja, tapi dibutuhkan da’i yang bertitel kuliahan yang berwawasan akademik sekaligus realistis.
“Yang terkini penceramah masuk gerakan politik, aliran keagamaan dan bahkan nasionalisme seiring dengan mengetalnya kembali aliran politik berbasis keagamaan. Muatan ceramah tak melulu mengungkap nilai-nilai agama semata tetapi sudah terelaborasi dengan blok paham keagamaan dan aliran politik,” katanya.
Diterbitkan Juga Di:
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/18/01/09/p2a1dq335-munculnya-penceramah-dari-generasi-ke-generasi