Pertanyaan :
Ustadz, ketika acara ‘dibaan’ atau ‘marhabanan’ (Sholawat al-Barzanji atau Ad-Diba’i) biasanya orang yang membacanya berdiri, bukankah itu mengkultuskan Nabi padahal Nabi melarang umatnya mengkultuskan selain Allah SWT. pertanyaannya, apa hukumnya berdiri pada saat membaca sholawat nabi ? Mohon penjelasannya.
Abdul Hafidz, Kalisat Rembang Pasuruan
Jawaban :
Mas Abdul Hafidz, membaca sholawat memang diperintahkan oleh Allah SWT kepada setiap orang yang beriman, karena Allah dan para malaikat juga ‘bersholawat’ kepada Nabi. Sesuai firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab: 56. “ Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu kepada Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Rasululloh SAW, juga bersabda : “ Barangsiapa yang bersholawat kepadaku sekali, maka Allah akan ‘bersholawat’(memberi rahmat) kepadanya sepuluh kali.” (H.R. Muslim)
Sholawat termasuk ibadah muthlaqoh ghoiru muqoyadah (ibadah yang bebas tidak terikat). Membaca sholawat boleh dalam bentuk prosa atau syair, sendirian atau bersama-sama, di rumah atau di masjid, berdiri atau duduk, sekali atau beberapa kali, suara pelan atau keras.
Mas Abdul hafidz, berdiri ketika membaca sholawat dilakukan oleh al Imam al-Subuki dan para ulama pada masanya, begitu juga Abus Sa’ud al-’Amadi al Hanafi, Syeikh Abdurrahim al Suyuthi al Jarjawi al Maliki. Sehingga berdiri ketika membaca sholawat menjadi kebiasaan masyarakat waktu itu.
Berdiri ketika membaca sholawat kepada Nabi sebagai “penghormatan” bukan “pengkultusan”. Dan sebatas penghormatan Rasulullah tidak melarangnya, yang dilarang berdiri kepada Rasulullah SAW kalau itu sampai melampaui batas sampai tingkat pengkultusan yang menyamakan kedudukannya dengan kedudukan Allah SWT.
Sahabat penyair Hassan bin Tsabit pernah suatu ketika menyambut kedatangan Rasulullah dengan berdiri sambil bersyair,
“Aku berdiri untuk yang mulia (Nabi) adalah kewajiban # Meninggalkan kewajiban adalah penyelewengan.
Aku heran kepada orang yang punya akal dan pengertian # Melihat kebaikan ini ia tidak berdiri.”
Ternyata Rasulullah tidak melarangnya bahkan mengakui terhadap apa yang dilakukan oleh Hassan bin Tsabit. Inilah yang dijadikan argumentasi bagi orang yang berkata : “ Menjaga kesopanan lebih baik dari hanya sekedar melaksanakan perintah.” (I’anatuttholibin : 3/263)
Mas Abdul Hafisz, kesimpulannya, perbuatan itu tergantung niatnya. Dan niat itu ada di dalam hati seseorang. Jika berdiri ketika membaca sholawat karena pada saat itu Nabi hadir sebagai penghormatan bukan pengkultusan, maka hukumnya mustahsan ( sesuatu yang baik). Tetapi kalau berdiri sampai tingkat mengkultuskan maka tentu itu dilarang karena akan menyekutukan Allah SWT.
Hai kaum muslimin, mari kita perbayak baca sholawat dengan ikhlas dan penuh ta’dzim kepada Nabi, bukan hanya melantunkan lagu-lagu sholawat yang hambar dan pamer, agar kita nanti mendapatkan syafaat udzma dari Nabi di hari kiamat. Amiin