CHOLILNAFIS.TV, Jakarta-Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi sebagai khalifah. Tugas utamanya selaian menyembah dan beribadah kepada Allah SWT adalah menjaga dan melestarikan apa-apa yang telah diberikan Allah SWT berupa bumi dan isinya, juga menjaga ketertiban kehidupan di atasnya dan memakmurkannya. Manusia diberi kehidupan di atas bumi tidak sekedar untuk menikmati fasilitas yang telah Allah berikan.
Allah memberikan fasilitas kepada manusia dalam kehidupan di bumi ini dalam jumlah yang tak terhingga. Allah berikan udara, air, api, tanah, tanaman yang bermilyar ragamnya, lautan yang di dalamnya bermilyar-milyar hewan yang dapat dikonsumsi manusia, dan bermilyar-milyar pemberian Allah SWT yang tidak mungkin dapat dirinci oleh manusia.
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dialah Allah yang telah menciptakan untuk kalian semua yang ada di bumi. (QS. Al-Baqarah: 26)
(وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ الله لا تُحْصُوهَا) [سورة إبراهيم: 34 ، وسورة النحل : 18].
Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, maka pasti kalian tidak dapat menghitungnya. (QS. Ibrahim: 34)
Semua fasilitas itu disediakan Allah SWT untuk manusia, namun bukan berarti manusia menggunakannya tanpa aturan. Sebab jika fasilitas Allah SWT tersebut tidak dijaga kelestariannya, maka akan menimbulkan kerusakan di atas bumi dan menimbulkan bencana bagi umat manusia itu sendiri. Sebagai contoh, Allah SWT berikan tumbuhan-tumbuhan sebagai bahan makanan bagi umat manusia, tetapi jika manusia tidak dapat mengaturnya maka bahan makanan itu tidak akan mencukupi kebutuhan hidup manusia. Akibatnya terjadi krisis pangan dunia. Indikasi kearah itupun kini sudah ada, seperti terjadinya kelaparan di beberapa Negara Afrika dan bahkan di Negara-negara yang konon katanya menjadi sentra pangan, serta terjadinya lonjakan harga pangan yang disebabkan ketidakseimbangan produksi pangan dan kebutuhan pangan dunia. Tentu fenomena ini akan semakin memburuk, jika manusia terus memperluas areal hidup (space for life) dengan menebangi hutan dan merubah persawahan menjadi perkotaan atau industry, dan jumlah penduduk dunia tidak dikendalikan.
Misalnya juga dalam masalah pendayagunaan minyak bumi. Allah SWT berikan minyak yang berlimpah ruah di dalam perut bumi, kesemuanya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia akan bahan bakar. Namun jika manusia serakah dengan mengeksploitasi kekayaan minyak di dalam perut bumi tanpa kendali, maka persediaan minyak dalam perut bumi bisa berkurang dan anak cucu kita tidak bisa menikmatinya. Belum lagi dampak kerusakan lingkungan akibat pengeboran minyak di mana-mana. Contoh yang ada di depan mata kita adalah luapan lumpur di Sidoardjo. Ratusan rumah warga terendam luapan lumpur yang muncul sebagai akibat pengeboran yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan.
Juga, keserakahan manusia terhadap pemberian Allah swt berupa hutan. Allah menciptakan hutan bukan sekedar melengkapi keindahan bumi-nya, namun ada fungsi yang sangat penting bagi kehidupan makhluk di muka bumi diantaranya adalah sebagai penghasil oksigen bagi kehidupan, penyerap karbon dioksida, dan mencegah erosi. Namun demikian seringkali manusia berbuat serakah. Hutan yang sudah diberikan Allah dengan fungsi yang sangat penting itu dirusak, ditebang secara liar dan membabi buta. Akibatnya kebakaran hutan, banjir bandang dan pencemaran lingkungan yang tidak terkendali. Selama sepuluh tahun terakhir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai dua juta hektar per tahun. Selain kebakaran hutan, penebangan liar (illegal loging) adalah penyebab terbesar kerusakan hutan itu. Selama 1985-1997, kerusakan hutan di Indonesia mencapai 22,46 juta hektar. Artinya, rata-rata mencapai 1,6 juta hektar per tahun.
Semua fenomena di atas menjadi indicator bahwa Allah SWT memberikan semua fasilitas itu kepada manusia tidak tanpa konsekuensi. Karena itu, jika manusia ingin pemberian Allah SWT itu menjadi berkah dan dapat dinikmati juga oleh anak cucu kita, maka manusia harus melestarikan semua pemberian Allah SWT, bukan sekedar menikmati apalagi dengan keserakahan.
Di sinilah, Allah SWT menciptakan manusia dengan misi membawa kebaikan di muka bumi ini. Manusia diberi tugas untuk mengatur dan melestarikan fasilitas-fasilitas Allah SWT di muka bumi ini. Karena itu manusia diberi gelar oleh Allah SWT “Khalifah fil Ardl”. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dibanding makhluk ciptaanAllah lainnya, karena manusia diberi kelebihan untuk dapat berpikir, karena itu Allah mempercayakan manusia sebagai khalifah di bumi ini.
Pada saat Allah akan menciptakan manusia, Allah SWT mengatakannya terlebih dahulu dan mengumumkan bahwa makhluk ciptaan-Nya itu akan menjadi khalifah di muka bumi. Mal’aikat pun protes khawatir makhluk ciptaan-Nya itu akan kembali membuat kerusakan dan pertumpahan darah di muka bumi. Malaikat trauma sebelumnya Allah telah menempatkan makhluk-Nya di atas bumi dan di bumi hanya membuat kerusakan dan pertumpahan darah. Terhadap kekhawatiran Malaikat, Allah SWT menjawab dengan tegas, “Sesungguhnya Aku lebih tahu apa-apa yang tidak kamu ketahui.”. Kisah ini terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 30 berikut:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ (30)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’” (Qs. al-Baqarah : 30)
Ayat di atas mengandung pengertian bahwa malaikat khawatir makhluk baru yang akan diciptakan Allah tidak ada bedanya dengan penghuni lama yang membuat kerusakan dan pertumpahan darah di muka bumi. Atas kekhawatiran Malaikat ini, Allah SWT memberikan jawaban yang diplomatis, Allah tidak mengiyakan dan tidak juga menolak kekhawatiran Malaikat. Yang jelas dengan jawaban Allah, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’” menggambarkan Allah memiliki scenario yang saat itu belum dibeberkan kepada Malaikat. Skenario itu kini telah ditunjukkan bahwa adanya kebaikan dan keburukan di muka bumi merupakan dinamika kehidupan manusia. Dengan itu, kehidupan di dunia bisa berjalan dan kehidupan manusia itu sendiri menjadi bermakna. Manusia diberi akal pikiran yang artinya mansuai juga disurung mendesign kehidupannya di bumi ini. Baik buruknya kehidupan di bumi Allah serahkan kepada manusia untuk mengaturnya. Allah telah membekali manusia dengan akal pikiran serta para Nabi dan kitab sucinya. Masa depan kehidupan umat manusia Allah serahkan kepada manusia sendiri;
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah SWT tidak merubah nasib suatu kaum, sampai kaum itu mau merubah nasibnya sendiri.
Keterkaitan penunjukkan manusia sebagai khalifah fil ard dan nasib manusia yang diserahkan kepada manusia sendiri adalah bahwa kebaikan dan keburukan dunia tergantung bagaimana manusia sebagai khalifah fil ardh melaksanakan tugasnya dengan baik atau tidak.