Pertanyaan :
Ustadz, ada seorang wanita muslimah berpacaran dengan seorang lelaki non muslim (agama Konghucu), lalau kawin dengan cara konghucu tidak secara islam. Setelah beberapa tahun kumpul dalam kehidupan suami isteri wanita muslimah itu berkenalan dengan lelaki muslim lalu lelaki muslim itu ingin menikahi wanita muslimah itu. Pertanyaannya, sahkah pernikahan lelaki konghucu dengan wanita muslimah dengan cara konghucu ? Bolehkah lelaki muslim itu menikahi wanita muslimah itu, padahal masih hidup serumah dengan ‘suaminya’? mohon penjelasannya ustadz. Terima kasih.
Martuju
Kapas kerampung, surabaya
Jawaban :
Pak Martuju yang saya hormati, seorang wanita muslimah tidak sah dan haram menikah dengan lelaki non muslim, agama apa saja, baik ahli kitab atau bukan ahli kitab, termasuk juga tidak sah menikah dengan lelaki beragama konghucu. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT surat al-Baqarah : Ayat 221, “… Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita muslimah) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu…”.
Syeikh Muhammad ‘Ali Asshobuni menjelaskan bahwa, ayat tersebut menunjukkan diharamkannya bagi para wali wanita menikahkan seorang wanita muslimah dengan lelaki non muslim. Yang dimaksud non muslim itu adalah setiap orang yang tidak beragama islam yaitu orang yang memeluk agama Yahudi, Nasrani, Watsani, dan sebagainya atau orang murtad, mereka itu haram dinikahkan dengan wanita muslimah. ( Tafsir Ayaat Ahkam : 1/289 )
Dengan demikian pernikahan wanita muslimah dengan lelaki beragama Kunghucu itu Tidak Sah, apa lagi menikah dengan cara agama Kunghucu yang tidak sesuai dengan cara islam. Jadi hubungan intim yang dilakukan antar keduanya itu zina dan hidup satu rumah itu haram termasuk yang disebut kumpul kebo bukan sebagai suami isteri yang sah.
Pak Martuju yang dimuliakan Allah SWT, secara fiqh, lelaki muslim kenalan baru dengan wanita muslimah itu boleh menikahinya dan ‘Sah’ menurut islam. Karena wanita muslimah itu dalam keadaan tidak menjadi isteri yang sah dari seorang lelaki. Namun secara adat lelaki itu perlu mempertimbangkan lagi kalau niat menikahinya, karena wanita itu masih hidup serumah dengan orang lain dan track recordnya perlu dipertanyakan. Dan apakah kalau menikahinya lebih banyak maslahah atau justru akan menimbulkan mafsadah yang lebih besar dan tidak mencapai hakikat tujuan pernikahan yaitu keluarga sakinah, mawaddah warahmah yang diridloi oleh Allah SWT.
Pak Martuju yang budiman, pernikahan dalam islam bukan hanya pelampiasan nafsu seksual atau pelayanan makan, tetapi mempunya nilai ritual yang sakral untuk terbentuknya tatanan rumah tangga yang ideal nan islami. Wallahu a’lam bisshowab.