Pertanyaan :
Belakangan ada gerakan (harokah) sebagian umat Islam yang tampaknya lebih tegas dalam menegakkan syariat. Antara lain lebih berani melawan kemungkaran, dan tegas memperjuangkan pelaksanaan hukum agama. Menurut Ustad, wajibkah gerakan memperjuangkan agama seperti itu diikuti? Terima kasih atas penjelasannya.
Asyrafil Anam
Gambiran, Banyuwangi
Jawaban :
Mas Asyrafil Anam yang dimuliakan Allah SWT, umat islam punya kewajiban untuk berdakwah mengajak kebaikan, beramar makruf dan nahi munkar agar dapat terlaksananya syari’at islam di muka bumi dan tercegahnya kemunkaran seminimal mungkin. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Ali Imran :104, “Dan hendak-lah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.”
Metode yang dianjurkan oleh Allah swt untuk mengajak ke jalan ilahi yaitu bisa dengan bermacam pendekatan, di antaranya dengan cara ‘hikmah’ (bijaksana), mau’idzoh hasanah (wejangan yang baik) dan mujadalah billati hiya ahsan (berdialog dengan cara yang santun dan baik) Q.S. al-Nahl :125.
Rasulullah saw, dalam pesan dakwahnya kepada para sahabat agar mendahulukan tabsyir (kabar gembira) dari pada tanfir (menakutkan), juga taysiir (kemudahan) daripada ta’siir (mempersulit). “Bassyiruu waa laa tunaffiruu yassiruu waa laa tu’assiruu.”
Rasulullah SAW juga menaganjurkan ketika seorang muslim melihat kemunkaran agar hendaknya melakukan action untuk mencegahnya kalau bisa dengan kekuatan kalau tidak bisa ya dengan ucapan dan nasehat, kalau itupun juga tidak mampu maka dengan inkar hati walaupun itu dianggap paling lemahnya iman.
Mas Asyrafil Anam, munculnya kelompok gerakan (harokah) islam yang bergerak di bidang amar ma’ruf nahi munkar dengan pendekatan yang tegas (keras) adalah salah satu ikhtiar untuk melaksanakan tugas da’wah ke jalan Allah karena kondisi sebagian masyarakat yang sudah menipis rasa malu dan terang-terangan berbuat maksiat sementara suprimasi hukum lemah, aparat hukum mandul, ceramah dan pengajian serta nasehat para ulama tidak diperdulikan. Dalam situasi seperti ini sesuai dengan kondisi maka da’wah dengan pendekatan ‘bi yadih’ (kekuatan ) relevan dan barangkali efektif. Tetapi di sisi lain mungkin ada di suatu tempat yang masyarakatnya kalau dikerasi malah akan menimbulkan kemunkaran yang lebih besar dan kerusakan di muka bumi bahkan diyakini cara kekerasan itu tidak efektif, maka dalam kondisi seperti ini perlu dengan pendekatan yang lembut dan persuasif (bilisanih) atau bahkan cukup dengan inkar hati saja.
Dalam kajian historis masuknya islam ke Indonesia (Jawa) sedikitpun tidak dengan kekuatan dan kekerasan tetapi justru dengan akhlaqul karimah para waliullah yang menggunakan pendekatan akulturasi budaya, wejangan yang baik, suri tauladan dan memberi jalan keluar dari problem masyarakat. Sebaliknya gerakan pemberontakan islam di Indonesia dari dahulu tidak pernah mencapai hasil, karena hanya menimbulkan rasa antipati di kalangan masyarakat. Itulah psikologi massa masyarakat Indonesia. Berbeda dengan masyarakat lainnya.
Mas Asyrafil Anam, menurut pendapat penulis kelompok harokah islam yang tumbuh akhir-akhir ini dengan pendekatan ‘kekuatan’ dalam amar ma’ruf nahi munkar adalah wasilah saja untuk melaksanakan tugas da’wah. Dan hukum ikut kelompok harokah (gerakan) islam seperti itu sangat kondisional. Bisa ‘wajib’ kalau itu diyakini pasti efektif, bisa ‘mubah’ kalau ragu anatara efektif dan tidak, dan bisa ‘haram’ kalau diyakini dengan beberapa indikasi dan analisa para ahli bahwa cara kekerasan itu akan menimbulkan kemunkaran yang lebih besar dan tercorengnya wajah santun islam. Wallau a’lam bisshowab