CHOLILNAFIS.COM, Jakarta-Berbincang mengenai dakwah dalam arti ceramah via media memang terlihat mengikuti selera masyarakat. Temanya sama tentang agama namu trend pencermah dan arus kecenderungan umat mencerminkan kondisi masyarakat pada zamannya. Era KH. Syukran Ma’mun mencerminkan kondisi masyarakat yang haus ketegasan ulama dalam menluruskan pemerintah. Era KH. Zainuddin MZ melambangkan betapa selera publik pada retorika ceramah.KH. zainuddin yang sangat tersohor itu bukan hanya isinya yang bagus tapi retorikanya mengesankan sehingga tak pernah jenuh mendegarkan ceramahnya meski diulang.
Pada masa Aa Gym merefleksikan kondisi zaman yang sedang melow. Era reformasi banyak yang galau dan tak menentu. Maka selera publik memerlukan isi tabligh yang “mengobati hati”. Ceramah-ceramah Aa Gym telah mendapat tempat tersendiri di hati Masyarakat. Pada Era Ujie (Jefri El Bukhari) adalah era tabligh intertaimen. Dimana masyarakat menggemari ceramah yang menghibur dan ngartis. Bahkan hampir diikuti oleh gaya “ustadz-ustadz” yang ngartis dan melawak. Saat saya menjadi tim audisi da’i muda atau cilik menanyakan kepada peserta tentang motivasinya? jawaban mereka hampir dengan orang ingin menjadi artis melalui jalur “ngustadz”.
Pada era belakangan ini mulai kembali pada titik fokus ceramah keagamaan. pemirsa lebih mencari penceramah yang punya kapasitas keilmuan sekaligus bisa bicara baik di depan kamera. Masyarakat menginginkan pesannya berbobot sekaligus enak dan nyaman disaksikan. Gaya ustadz atau Kiai yang digemari untuk tampil di media adalah yang natural dan sedikit gaul.
Saya memperkirakan selera umat akan terus bergerak menuju makna dakwah dan pengajian yang sebenarnya, yaitu berguru pada ustadz yang jelas rekam jejaknya, yang mumpuni ilmunya dan sekaligus dapat diteladani prilakunya.