CHOLILNAFIS.COM, Jakarta-Peringatan bagi yang hendak berqurban jika sudah masuk tanggal satu Dzul Hijjah agar tidak memotong rambut dan kukunya hingga hewan qurban disembelih berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah RA yang dikeluarkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya;
عَنْ أُمِّ سَلَمةَ رضِيَ اللَّه عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم: “مَنْ كَانَ لَهُ ذِبْحٌ يَذْبَحُهُ، فَإِذا أُهِلَّ هِلالُ ذِي الحِجَّة، فَلا يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْره وَلا منْ أَظْفَارهِ شَيْئاً حَتَّى يُضَحِّيَ “رَواهُ مُسْلِم
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang memilihi sembelihan yang akan disembelihnya, maka jika sudah masuk hilal Dzul Hijjah, jangan sekali-kali mengambil (memotong) rambutnya dan kuku-kukunya sedikitpun sehingga ia menyembelih” (HR. Muslim)
Hadits Ummu Salamah tersebut derajat hukumnya dipastikan shahih, namun para ulama’ dalam mengambil kesimpulan membandingkan dan mencocokkan dengan hadits lainya. Di antaranya, hadits dari ‘Aisyah ra. bahwa Rasulullah saw mengirimkan hadyu (hewan sembelihan) melalui Abu Bakar ke Baitullah, dan Nabi saw masih muqim di Madinah, Nabi saw tidak mengharamkan apapun sebagaimana hal yangharus dihindari oleh orang yang sedang berihram.
Peristiwa ini diriwayatkan oleh Aisyah, istri dan sahabat yang paling mengetahui seluk beluk Nabi saw di rumahnya, oleh karenanya Imam as-Syafi’i berkomentar: “Dan mengirimkan hadyu (hewan qurban) lebih dari sekedar ingin berqurban, maka ini menjadi dalil bahwa hal itu (memotong rambut dan kuku) tidak diharamkan”.
Di samping itu riwayat Aisyah ini demikian masyhur di kalangan sahabat dan tabi’in bahkan kemasyhuran riwayat ini sampai pada derajat mutawatir, berbeda dengan riwayat Ummu Salamah, oleh karenanya al-Imam al-Laith bin Sa’d ketika disampaikan kepada beliau tentang hadits Ummu Salamah ra beliau berkata: “(Hadits) ini telah diriwayatkan, namun orang-orang melakukan selain yang terkandung dalam hadits ini”. Imam al-Laits sepertinya ingin berkesimpulan, meskipun hadits ini shahih tapi orang-orang mengamalkan hadits shahih yang lain. Menunjukkan maksud dan kandungan hadits Ummu Salamah kurang kuat jika dibandingkan dengan riwayat-riwayat yang lainnya, dan bahkan banyak ulama’ haddits yang tidak mengamalkan isi kandungan hadits Ummu Salamah.
Oleh karenanya para ulama’ berbeda dalam memutuskan hukum memotong rambut dan kuku bagi orang yang ingin berqurban jika hilal bulan Dzul Hijjah sudah terlihat, minimal ada empat pendapat:
1. Abu Hanifah dan jumhur Hanafiyyah: Hukumnya boleh, tidak makruh dan tidak ada masalah apapun.
2. Pengikut Abu Hanifah yang muta’akkhirin: Tidak apa-apa, tidak makruh namun khilaful aula (meninggalkan yang mustahabb).
3. Al-Malikiyyah dan As-Syafi’iyyah: Disunnahkan untuk tidak memotong rambut dan tidak memotong kuku bagi yang hendak berqurban dan jika memotongnya termasuk makruh tanzih, namun bukan haram.
4. Imam Ahmad, Dawud ad-Dzahiri dan beberapa ulama lain menyatakan hukumnya haram jika memotong rambut dan kuku.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa hukum memotong kuku dan memotong rambut hukumnya bagi orang yang hendak berkurban dan memasuk bulan Dzul hijjah hukumnya makruh (tidak disukai oleh Allah namun tak disiksanya), sedangkan memeliharanya sampai memotong hewan kurban hukumnya Sunnah. Sebab selain dalil-dalil di atas juga karena hukum kurban adalah Sunnah maka turunan hukum lainnya juga Sunnah.
wallahu a’lamu bishshawab.
KH Cholil Nafis, PhD adalah Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, Dosen Ekonomi Syariah Universitas Indonesia dan mantan wakil ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU.
Diterbitkan di: http://www.bangsaonline.com/berita/26324/ulama-beda-pendapat-soal-hukum-memotong-kuku-dan-rambut-kambing-qurban
Tanggal: Senin, 05 September 2016 19:14 WIB