Pertanyaan:
Alhamdulillah ustadz baru saja saya menikah dengan isteri yang saya cintai, namun saya belum ingin punya anak karena saya dan isteri masih menyelesaikan kuliah. Untuk menghindari kehamilan ketika mengadakan hubungan intim saya melakukan ‘azel’ (keluar sperma di luar farji), karena kalau menggunakan KB banyak efek negatifnya. Yang saya tanyakan, apa hukumnya azel menurut islam ? Bolehkah menunda kehamilan karena masih kuliah ?
Agus Sugianto
Mahasiswa UNAIR, Surabaya
Jawaban :
Mas Agus Sugianto yang saya hormati, ‘azel artinya melepas penis dari vagina ketika akan keluar seperma pada saat coitus (intruptus). Tujuannya agar tidak terjadi kehamilan. Kalau ‘azel itu dilakukan dengan izin isteri maka itu jawaz (boleh). Pendapat ini berdasarkan beberapa hadits, di antaranya ucapan sahabat Jabir : “ Kami ‘azel di masa Rosulullah sedangkan Al-Qur’an turun (tidak melarangnya).” (H.R. Muttafaq ‘Alaih). Juga riwayat dari Imam Muslim, Jabir berkata : “ Kami ‘azel di masa Rasulullah saw, kemudian kami sampaikan kepada beliau tentang hal tersebut, maka Rasulullah tidak melarang kami.”
Namun jika ‘azel itu tanpa seizin isteri, maka menurut jumhur ulama’ itu makruh. Hal ini berdasarkan hadits dari Judzamah binti Wahab al-Asadiyah, beliau berkata, aku hadir di majlis Rasulullah bersama manusia, kemudian Rosulullah bersabda : “ Aku hendak melarang al-ghilah (menyetubuhi isteri yang sedang menyusuhi), namun aku lihat di kalangan orang Romawi dan Persia melakukan itu tetapi tidak membahayakan anaknya. Kemudian mereka bertanya tentang ‘azel, maka Rasulullah bersabda : Itu memendam bayi hidup-hidup secara rahasia (al-wa’dul khofi) dan itu nanti dipertanyakan oleh Allah SWT.” (H.R. Ahmad dan Muslim)
‘Azel tanpa seizin isteri itu makruh kalau isteri merasa tidak mendapatkan kepuasan seksual jika azel atau isteri menginginkan anak sedangkan ‘azel itu menurut teori tidak dapat membuahkan anak. Tetapi kalau isteri sudah puas walaupun ‘azel dan juga tidak menginginkan anak, maka itu boleh. (al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh : 7/107)
Adapun masalah menunda kelahiran. Kalau menghentikan atau memutuskan kelahiran sama sekali (tahdidun-nasl) itu haram. Tetapi kalau cuma mengatur jarak kelahiran atau menunda kelahiran (tandzimun-nasl) dengan alasan yang ma’qul dan syar’i itu boleh. Ada beberapa alasan yang memperbolehkan mengatur atau menunda kelahiran di antaranya : Karena takut membahayakan kesehatan ibunya kalau hamil atau kesehatan anaknya jika lahir, membahayakan urusan agama atau dunia jika melahirkan karena faktor kondisi sosial ekonomi (al-Halal wal Haram fil Islam : 184)
Mas agus Sugianto yang budiman, pernikahan dalam islam mempunyai tujuan yang mulia di antaranya untuk mencapai sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang). Juga untuk tanasul (memperbanyak anak keturunan). Rasulullah SAW bersabda : “Menikahlah kamu sekalian dengan wanita penyayang (al-waduud) dan wanita yang subur yang banyak melahirkan anak (al-waluud), karena aku memperbanyak umatku nanti di hari kiamat.” Adapun menunda kelahiran karena masih kuliah dengan cara ‘azel atas seizin isteri dan jika hamil lalu punya anak diyakini akan terputusnya mencari ilmu itu boleh karena sudah memenuhi alasan syar’i. Walaohu a’lam bisshowab.