CHOLILNAFIS.COM, Ekonomi Syariah – Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Imam al-Zuhri berpendapat, bahwa wakaf berupa dinar dan dirham adalah boleh. Yaitu dengan cara menjadikan dinar dan dirham tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan keuntungannya untuk kesejahteraan masyarakat. (HR. Bukhari).
Ulama Madzhab Maliki dan Hanafi juga memperbolehkan wakaf dengan harta bergerak, seperti dinar dan dirham. Mereka berpedoman pada hadist riwayat Abdullah bin Mas’ud. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Apa yang dipandang kaum muslimin itu baik, dipandang Allah baik juga”. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa hukum yang ditetapkan berdasarkan ‘urf (adat kebiasaan) mempunyai kekuatan yang sama dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan nash (teks).
Karena wakaf berupa dinar dan dirham diperbolehkan, maka wakaf dengan uang kertaspun diperbolehkan. ini berdasarkan hukum Qiyas (penyamaan hukum dengan adanya illat yang sama). Dengan begitu wakaf uang tidak terbatas hanya dengan dinar dan dirham saja, tapi juga termsuk semua mata uang di dunia.
Di Indonesia, Majeis Ulama Indonesia (MUI) tahun 202 telah mengeluarkan fatwa ihwal diperbolehkannya wakaf uang. fatwa tersebut menetapkan lima point ketetapan.
Pertama, wakaf uang merupakan wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok-kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
Kedua, termasuk dalam pengertian uang adalah serat-surat berharga.
Ketiga, wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
Keempat, wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untukhal-hal yang diperbolehkan secara syar’i.
Kelima, nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.
Fatwa tersebut belum dapat dijadikan landasan secara optimal karena belum adanya dukungan legal formal daripemerintah. Baru dua tahun kemudian, pemerintah dan DPR menerbitkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, yang diikuti dengan peraturan pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang pelaksanaan UUD Wakaf.
UU dan PP ini ditindaklanjuti dengan lahirnya Keputusan Presiden No.75/M/2007, tanggal 13 Juli 2007 tentang Kepengurusan Badan Wakaf Indonesia (BWI). momentum ini dijadikan sebagai pertanda era baru dalam perkembangan wakaf di Indonesia, era wakaf uang.
Dalam Undang-Undang disebutkan, harta benda yang dapat diwakafakan terdiri dari: harta benda tidak bergerak dan harta benda bergerak. (Pasal 16, UU No.41 Tahun 2004).
Harta benda tidak bergerak meliputi: (a) hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar. (b) bagunan atau bagian bangunan yang terdiri atas tanah. (c) tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah. (d) hak milik atas satuan rumah susun ssuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (e) benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
sedangkan yang termasuk harta benda bergerak adalah: uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak lain sesuai dengan peraturan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Benda dengan wakaf tanah, berdasarkan pasal 28 UU No.41 tahun 2004, wakaf uang hanya dapat disetorkan melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang ditunjuk oleh Menteri Agama sebagai Penerima Wakaf Uang (PWU). Akhirnya Menteri Agama menunjuk 5 Bank Syari’ah sebagai Penerima Wakaf Uang, yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, DKI Syariah, dan Bank Mega Syariah. Jadi siapapun yang akan berwakaf uang, haruslah melalui salah satu dari 5 Bank Syariah tersebut.