CHOLILNAFIS.COM, BAGIAN 2 (Fikih keluarga) – Agama Islam memiliki ajaran yang komprehensif dan terinci dalam masalah keluarga.
Ada puluhan ayat Al-Qur’an dan ratusan hadis Nabi saw. yang memberikan petunjuk yang sangat jelas menyangkut persoalan keluarga, mulai dari awal pembentukan keluarga, hak dan kewajiban masing-masing unsur dalam keluarga hingga masalah kewarisan dan perwalian. Islam memang memberikan perhatian besar pada penataan keluarga. Ini terbukti dari seperempat bagian dari fiqh (hukum Islam) yang dikenal dengan rub’u al-munâkahat (seperempat masalah fiqh nikah) berbicara tentang keluarga.
Tidak ragu lagi, bahwa tujuan pokok perkawinan ialah demi kelangsungan hidup umat manusia dan memelihara martabat serta kemurnian silsilahnya. Sedang kelangsungan hidup manusia ini hanya mungkin dengan berlangsungnya keturunan. Kehadiran anak dalam keluarga merupakan qurratu a’yun (buah hati yang menyejukan):
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Furqan: 74)
Dan zinat al-hayat al-dunya (perhiasan kehidupan dunia)
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (QS. Al-Kahfi: 46).
Namun tentu saja seorang anak akan menjadi buah hati dan perhiasan dunia jika ia tumbuh menjadi manusia yang sehat, baik dan berkualitas. Al-Qur’an juga mengingatkan bahwa anak selain merupakan kebanggaan dan hiasan keluarga, juga dapat menjadi musuh dan ujian (fitnah), dalam arti terkadang dapat menjerumuskan orang tua melakukan perbuatan yang dilarang agama akibat tidak mengerti cara melimpahkan kasih dan cintanya kepada anak. Allah SWT. berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ ۚ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ(14) أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (15)
“Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara Isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka). Maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (QS. At-Taghâbun:14-15).
Anak juga merupakan sebuah amanah dan menjaga amanah adalah kewajiban orang yang beriman. Allah SWT. berfirman:
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya”. (QS. Al-Mu’minûn: 8 ).
Untuk itu, orang tua berkewajiban memberi nafkah dan memenuhi kebutuhan anak, baik materiil maupun spiritual, dalam bentuk kasih sayang, perhatian, pemenuhan sandang, pangan, tempat tinggal, pendidikan dan kesehatan sampai anak itu mencapai usia dewasa (bâligh).
Jadi, salah satu tujuan berkeluarga dalam Islam adalah untuk membentuk keluarga abadi, bahagia, sejahtera, dan lahir keturunan-keturunan yang berkualitas baik secara agama maupun keahlian duniawi.
Di samping itu, tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk memberikan ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan manusia. Allah SWT. berfirman:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang …” (Q.S. Ar-Rûm: 21).
Berdasarkan ayat di atas jelas bahwa Islam menginginkan pasangan suami istri yang telah membina suatu rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat langgeng. Terjalin keharmonisan di antara suami istri yang saling mengasihi dan menyayangi itu sehingga masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangganya.
Rumah tangga seperti inilah yang diinginkan Islam, yakni rumah tangga sakinah, sebagaimana diisyaratkan Allah SWT. dalam surat ar-Rûm ayat 21 di atas. Ada tiga kata kunci yang disampaikan oleh Allah dalam ayat tersebut, dikaitkan dengan kehidupan rumah tangga yang ideal menurut Islam , yaitu sakinah (as-sakînah), mawadah (al-mawaddah), dan rahmat (ar-rahmah). Ulama tafsir menyatakan bahwa as-sakînah adalah suasana damai yang melingkupi rumah tangga yang bersangkutan; masing-masing pihak menjalankan perintah Allah SWT. dengan tekun, saling menghormati, dan saling toleransi.
Dari suasana as-sakînah tersebut akan muncul rasa saling mengasihi dan menyayangi (al-mawaddah), sehingga rasa tanggung jawab kedua belah pihak semakin tinggi. Selanjutnya, para mufasir mengatakan bahwa dari as-sakînah dan al-mawaddah inilah nanti muncul ar-rahmah, yaitu keturunan yang sehat dan penuh berkat dari Allah SWT., sekaligus sebagai pencurahan rasa cinta dan kasih suami istri dan anak-anak mereka ( Al-Qurtubi, XIV: 16-17).