CHOLILNAFIS.COM, BAGIAN 1 (Fikih keluarga) – Dalam bahasa Indonesia keluarga diartikan dengan “ibu dan bapak beserta anak-anaknya; dan seisi rumah yang menjadi tanggungan.
Kalau dikatakan berkeluarga artinya berumah tangga atau mempunyai keluarga. Dalam bahasa Arab, keluarga dinyatakan dengan kata-kata usroh atau ahl.
Dalam Al-Qur’an, istilah keluarga diungkapkan dalam kata ahlun seperti dalam firman Allah SWT.:
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
Pengertian keluarga memiliki dua dimensi:
- Keluarga sebagai ikatan kekerabatan antar individu. Pernyataan ini merujuk kepada mereka yang mempunyai hubungan darah dan pernikahan.
- Sebagai sinonim ‘rumah tangga’ dalam makna ini ikatan kekerabatan amat penting, namun yang ditekankan adalah adanya kesatuhunian dan ekonomi.
Dalam Undang-undang No.10 Tahun 1992 tentang Kependudukan dan Keluarga Sejahtera, pada bab ketentuan umum, keluarga dinyatakan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami istri dengan anaknya atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.
Sedangkan hidup berkeluarga adalah kehidupan bersama dua orang lawan jenis yang bukan muhrimnya yang telah mengikatkan diri dengan tali perkawinan beserta anak keturunannya yang dihasilkan dari akibat perkawinan tersebut. Adanya hidup berkeluarga harus didahului adanya perkawinan. Kalau ada dua orang lawan jenis yang bukan muhrim hidup bersama, tetapi tidak diikat dengan akad perkawinan, maka keduanya tidak dapat dikatakan hidup berkeluarga, sungguhpun mungkin keduanya mempunyai anak.
Adapun pengertian perkawinan (menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1), ialah “Ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Jadi yang dimaksudkan keluarga di sini adalah seluruh penghuni rumah dari akibat hubungan pernikahan.