CHOLILNAFIS.TV, Ekonomi Syariah – Secara landasan argumentsi dan perintah agama Islam, transaksi gadai sangat kuat karena ditegaskan langsung oleh Al Qur’an (al Baqarah:283) dan dipraktikkan oleh Nabi saw (hadits riwayat Bukhari). Ini berarti transaski gadai adalah ajaran yang original dan termaktub dalam sumber ajaran agama. Gadai adalah meminjam sesuatu, baik berupa barang atau uang yang sekaligus menyerahkan barang kepada pemberi pinjaman sebagai jaminan.
Jika yang meminjam tidak dapat memenuhi janji untuk membayar utangnya pada tempo yang disepakati maka barang jaminan dapat dijual untuk menutup utangnya. Artinya, dalam akad gadai ada dua unsur sekaligus, yaitu meminjam sesuatu dan adanya jaminan barang. Jadi dua komponen ini akadnya tetap satu, yaitu Rahn (gadai).
Namun sesuai dengan perkembangan zaman, kini gadai dikombinasi dengan akad lainya. Awalnya para ulama tidak membolehkan akad gadai yang sifatnya amanah digabungkan dengan akad lain, seperti akad Mudharabah, Musyarakah dan Wad’ah. Namun ketentuan al-Ma’ayir al-Syar’iyah No: 39 telah memperbolehkannya jika gadai sebagai sumber pembayaran manakala yang meminjam lalai atau tak dapat memenuhi janjinya.
Saat gadai dikombinasi dengan akad lain maka akad barang jaminan menjadi landasan kepercayaan dalam bermuamalah dan bukan berarti menggabungkan dua akad atau lebih dalam satu transaksi. Sebab, masing-masing akad sudah jelas, selesai dan sempurna tanpa tergantung pada akad yang lain. Syariah melarang dua akad dalam satu transaksi barang manakala suatu akad menggantung pada akad yang lainnya tanpa ada kejelasan dari masing-masing akad.
Dalam praktiknya, adakalanya penerima gadai (murtahin) memanfaatkan barang jaminan sehingga tak perlu memberi biaya perawatan barang jaminan (marhun). Namun jika penerima gadai tidak memanfaatkan barang jaminan dan berkewajiban untuk memeliharanya sampai batas waktu yang disepakati, maka pemberi Gadai (rahin) wajib mengeluarkan biaya-biaya (mu’nah) yang terkait dengan pemeliharaan barang jaminan (marhun). Biaya pemeliharaan barang jaminan disesuaikan dengan nilai barang dan perangkat kebutuhannya.
Ketentuan membiaya barang jamina gadai yang tidak digunakan oleh penerima gadai telah dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya: “Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Orang yang menggunakan kendaraan dan memerah susu tersebut wajib menanggung biaya perawatan dan pemeliharaan. ”
Praktik Gadai di PT. Pegadaian Syariah Persero telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang termaktub dalam al Qur’an, dipraktikan oleh Nabi Muhammad saw dan penjelasan para ulama, termasuk fatwa Majelis Ulama Indonesia. Sebab setiap produk dan akad yang digunakan dalam akad gadai selalui atas hasil kajian Dewan Pengawas Syariah yang digariskan oleh fatwa-fatwa tentang gadai dan Pembiayaan oleh Dewan Syariah Nasional.
Akad gadai yang dipraktikan di Unit Usaha Pegadaian Syariah adalah meminjamkan uang kepada nasabah dengan jaminan harta yang bernilai dan dapat dijual. Uang yang dipinjamkan oleh Pegadaian Syariah adalah murni tanpa bunga. Namun nasabah (rahin) wajib menyerahkan barang jaminan (marhum) untuk kepentingan sebagai alat pembayaran utang manakala pemberi gadai tidak dapat membayar utang saat jatuh tempo yang telah disepakati. Dalam praktiknya, barang jaminan akan dijual untuk menutupi utang manakala pemberi gadai telah dikomfirmasi dan dapat memenuhi hutangnya. Jika barang gadai telah dijual sesuai dengan harga pasaran maka penerima gadai hanya mengambil uang sesuai dengan nilai hutangnya dan lebihnya dikembalikan kepada penggadai.
Tentunya, barang jaminan memerlukan biaya pemeliharaan dan penjagaan dari kerusakan dan kehilangan, termasuk biaya sistem administrasi yang mencatatnya. Maka kebutuhan biaya inilah yang harus dibayarkan oleh pihak pemberi gadai (Rahin). Karenanya biaya pemeliharaan barang jaminan sesuai dengan tenor yang telah disepakati kedua pihak.
Pegadaian Syariah adalah lembaga keuangan yang membantu masyarakat ekonomi lemah untuk memenuhi kebutuhan keuangan secara cepat dan mudah. Sejak berdirinya Pegadaian Syariah akrab dengan masyarakat kecil untuk kebutuhan dana mendadak atau kebutuhan modal bagi usahawan kecil yang tak dapat mengakses lembaga keuangan bank. Pegadaian Syariah dapat menyelesaikan masalah keuangan dengan solusi tanpa menimbukan masalah, “menyelesaikan masalah tanpa masalah”.