CHOLILNAFIS.COM – Setiap orang memaknai kemerdekaan Republik Indonesia dengan cara dan pandangan yang berbeda, ada yang memaknainya dengan mengikuti berbagai lomba khas Kemerdekaan, ada pula yang melakukan kilas balik dengan memperingati jasa-jasa para pahlawan maupun para pendiri bangsa dalam mendirikan Indonesia.
Namun lain halnya dengan Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia, KH. Muhammad Cholil Nafis, M.A., yang memaknai kemerdekaan RI dalam tiga konteks: konteks keagamaan, kebangsaan dan kenegaraan.
Kepada wartawan esq-news, Sarah Mantovani belum lama ini, Pria yang juga alumni ESQ ini selain menuturkan makna kemerdekaan, juga berbicara soal ketahanan.
1. Menurut Ustadz apa makna kemerdekaan dalam Islam?
Kemerdekaan dalam Islam itu kan ketika kita lepas dari kebutuhan pada makhluk, butuh kepada yang lain, kita masih kalau doa tuh ga butuh pada yang lain karena kita sudah dicukupkan oleh Allah.
Nah kita ketika merdeka, kita tidak dalam tekanan karena banyak utang, yang kedua kita tidak dalam tekanan untuk mengerjakan sesuatu, tidak ada tekanan karena kita tidak aman karena sesuatu, dan pada saat itu orang hanya kembali kepada Allah.
Kemudian menggantungkan keamanan pada Allah, menggantungkan rizkinya kepada Allah dan tidak butuh kepada selain Allah, nah itu disebut merdeka. Makanya disebut ketika kita tauhid, akidah kita benar, lurus itu baru bisa disebut dengan merdeka.
2. Kalau makna kemerdekaan dalam konteks Kebangsaan seperti apa?
Karena merdeka itu artinya independen, dia mandiri. Nah, bentuk orang itu mandiri cuma satu tidak bisa lepas dari Allah. Tapi dalam konteks kebangsaan, tentu ketika kita bisa hidup bebas dalam menjalankan ajaran agama, dan kita merasa hidup kita aman, tidak dalam ancaman orang, ancaman negara, ancaman pihak luar, dan pada saat yang bersamaan kita bebas berekspresi, bebas untuk mengembangkan diri.
Nah tentu ini tiga kerangka itu yang menjadi kemerdekaan dalam konteks kebangsaan tapi dalam konteks kenegaraan tentu kita bisa merdeka secara teritorial, kita punya teritorial tersendiri, ya kan.
Trus kita punya perangkat sendiri aparat keamanan, yang menjaga keamanan kita punya sendiri, lalu kita bisa punya kepemimpinan sendiri, sesuai dengan cita-cita bersama. Itu disebut kemerdekaan dalam kerangka kenegaraan.
Artinya negara kita merdeka, tidak dalam tekanan negara asing. Yang kedua kita punya kekuatan militer sendiri, lalu kita juga bisa memimpin sendiri oleh anak-anak bangsa kita, yang ketiga kita bisa melakukan proses untuk membentuk negara, karir, ekspresi, pendapat, dan lain sebagainya, itu dalam konteks kenegaraan.
Karena itu dalam memaknai kemerdekaan itu dalam konteks keagamaan, dalam konteks kebangsaan, dalam konteks kenegaraan.
Nah ini sebagaimana yang Rasulullah contohkan, konstitusi pertama di Madinah dan negara pertama di Madinah di dalam Islam dipimpin sendiri oleh Rasulullah. Pertama, secara keagamaan umat Islam sudah merdeka, kenapa? Karena dia tidak tergantung pada siapapun, hartanya pun juga dikorbankan karena dia yakin dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Itu dalam konteks keagamaan. Dia sudah tidak lagi jadi perbudakan dari yang lain, perbudakan lain suku, itu di mereka. Nah pada konteks kebangsaan dia bebas untuk hidup, bebas untuk menjalankan ajaran agama, bebas untuk berinteraksi.
Dalam konteks kenegaraan dia punya teritorial, ada Madinah teritorinya, juga ada tentaranya sendiri, ada pemimpinnya, itu yang dicontohkan oleh Rasulullah dan dalam konsep negara bangsa atau dalam teori politik moderen pun juga kan harus ada teritori, ada kekuatan militer, ada kepemimpinan dan diakui oleh negara-negara lain.
3. Nah bagaimana makna kemerdekaan itu sendiri?
Ya kalau kita sudah meraih kemerdekaan, maka langkah yang kedua yang bisa kita lakukan adalah mengisi kemerdekaan itu, nah memaknai kemerdekaan itu pada saat orang bisa hidup, dirinya itu lepas dari kebutuhan apapun.
Yang kedua, dirinya bisa mengembangkan diri, yang ketiga bisa memilih untuk jadi apapun, mau jadi profesi atau untuk posisi apapun, itu yang disebut kemerdekaan.
Nah, memaknainya adalah kita kembali pada cita-cita kemerdekaan. Cita-cita kemerdekaan itu memilih kemerdekaan pada setiap orang, lalu cita cita-cita bersama bisa digapai, dan berusaha untuk mengisinya dengan hal-hal positif, dengan yang kita impikan.
4. Kemudian terkait dengan para Ulama yang ikut memerdekakan bangsa?
Itu kan kemerdekaan deklarasinya, tapi sebelum deklarasi kan sudah ada proses-prosesnya itu jadi sebenarnya ada yang terdata, ada yang terpublish tapi juga ada yang tidak terpublish.
Para ulama sebelum kemerdekaan yang berusaha untuk memerdekakan itu seperti Syekh Yusuf Al-Makassari, itu kan jauh dari kemerdekaan, Syekh Maulana Hasanuddin, Syekh Syarif Hidayatullah.
Oleh karena itu, sebenarnya kadang-kadang ada yang mungkin dulu lebih berperan lebih totalitas, cuma mungkin karena tidak posisi pemimpin umum, sehingga kurang didengar padahal ide-ide dari dia.
Termasuk juga perempuan-perempuan yang mendorong kemerdekaan ini, jadi suami-suaminya yang berani di medan perang, berani jihad dalam konteks ini tidak lepas dari dorongan istri-istri mereka, sehingga mereka berperang.
5. Pertanyaan terakhir nih ustadz, kalau menurut ustadz, Bangsa kita sekarang sudah merdeka belum ya?
Ya secara faktual ya merdeka, tetapi tidak sedikit ada anak bangsa ini yang belum merasa merdeka, jadi ada yang pertama rasanya itu belum merdeka karena belum bisa memilih profesinya, belum bisa aktualisasikan diri dan belum bisa berperan secara maksimal, individu-individunya belum tentu merdeka tapi negara ini sudah pasti merdeka.
Yang kedua adalah kedaulatan kita yang belum merdeka, kedaulatan pangan kita masih belum merdeka, kedaulatan ekonomi, jadi beda dengan ketahanan ya, kalau ketahanan itu kan kita mampu hidup, lalu yang dibutuhkan itu ada.
Tapi kedaulatan itu adalah unsur dari kemerdekaan dimana itu pertanian kita adalah sumber dari kita sendiri, pangan yang bersumber dari kita sendiri, ekonomi yang bersumber dari kita sendiri, industri yang bersumber dari kita sendiri.
Nah kita masih ketergantungan, hanya mampu ketahanan sehingga impornya banyak sekali, itu kan kenyataan, kita berharap kemerdekaan mengimplementasikan kedaulatan, kedaulatan politik, kedaulatan ekonomi, kedaulatan sosial budaya, kita masih merasakan masih ada beberapa faktor-faktor yang belum berdaulat. Artinya, cita-cita kemerdekaan kita secara substantif itu masih banyak yang perlu kita perjuangkan, demi menuju kemerdekaan yang sebenarnya.
Diterbitkan juga di: http://www.esq-news.com/2017/08/17/kyai-cholil-nafis-maknai-kemerdekaan-dalam-tiga-konteks/